Suatu hari Sabtu aku pergi bersama teman-teman ke sebuah disco di daerah
kota. Teman-temanku sudah mempunyai pasangannya masing-masing, hanya
aku saja yang sendiri. Tempat itu terasa penuh, sesak dan bising karena
suara musik yang keras. Kami duduk di sebuah meja di pojok ruangan dan
memesan minuman. Karena aku tak kuat minuman alkohol, jadi kupesan
coca-cola. Teman-temanku ramai-ramai turun dan berdansa, tinggallah aku
sendiri di meja itu.
Di kegelapan ruangan disco itu, kulihat sesosok wanita tinggi semampai,
cantik dan langsing. Beberapa kali aku melihatnya sambil berharap ada
balasan pandangan darinya. Tanpa menunggu lebih lama agi, kuhampirinya
dan kusapa.
"Hallo, apa kabar, sendirian aja ya?"
"Ya. Lagi liat-liat dan mau having fun" jelasnya sambil tersenyum.
"Kamu sama siapa kesini?" tanyanya.
"Sama teman-teman. Kenalkan aku.." sapaku sambil menyebut nama.
"Aku Anggi" katanya.
Kuajak dia duduk di mejaku lalu memesan minuman. Kulihat wajahnya yang
putih bersih, kulit yang halus dan cantik. Dia seorang wanita keturunan
Tionghoa. Dia memakai baju dan celana kulit hitam mengkilat dan ketat.
Kamipun lalu ngobrol-ngobrol dan ketawa-tawa seolah-olah kami sudah
kenal lama. Impresi pertamaku mengatakan dia orang yang baik dan mudah
akrab namun cukup agresif. Sesekali kami turun dan berdansa. Tak terasa
waktu menunjukkan pukul 11 malam dan Anggi berkata padaku.
"Aku mau pulang, sudah bosan. Aku mau melakukan sesuatu di rumah, tapi
aku perlu teman untuk itu. Kamu mau ikut atau tetap disini saja?".
Tanpa pikir panjang kujawab, "Aku ikut denganmu."
Malam itu kami pun lalu mencari taksi dan dia mengatakan ke supir taksi.
"Pak, ke apartemant ABC di Peconongan".
Taksipun lalu berjalan mengarah ke Peconongan. Di dalam taksi aku coba
mendekati dan merayunya. Kupegang tangannya dan diapun tak menolakknya.
Terasa kulit tangan yang halus. Merasa mendapat angin, aku melanjutkan
rayuanku dengan mengecup pipinya. Dia tak menolaknya dan malah mencium
balik pipiku. Maunya aku taksi ini berputar-putar biar perjalanannya
lebih lama sehingga aku bisa menikmati momen ini.
Tak lama kemudian taksipun sampai di aperteman itu. Kubayar taksi dan
dia mengajakku untuk mampir di apartemannya. Kami lalu naik ke lantai
10. Dibukanya pintu utama dan kulihat ruangan apartemannya yang bersih
dan rapi.
"Apik sekali ya kamu. Tinggal sama siapa kamu disini?"
Di jawabnya, "Sendirian. Orang tuaku yang beli aparteman ini tapi mereka tidak tinggal disini."
Lampu ruangan yang baru saja dinyalakannya kemudian di redupkan sehingga terangnya seperti api lilin.
"Kalau mau minum, ambil sendiri saja ya. Lemari esnya di sebelah situ
dan ada beberapa makanan kecil di dekat kulkas," katanya sambil berjalan
menuju kamarnya.
Dia tinggal di 1-bedroom apartemen. Barang-barangnya kulihat tersusun
rapi dan apik. Di ruang tengah (tamu) ada TV dan sofa. Diantara sofa dan
TV ada karpet tebal dan lembut berwarna putih. Kulihat Anggi berjalan
keluar kamarnya sambil membawa sebuah tas. Kamipun lalu duduk disofa
sambil nonton TV. Dia lalu menawarkan padaku untuk menonton film VCD.
Akupun setuju dan tidak perduli apa filmya karena yang ada dibenakku mau
"USAHA". Sambil dia mencari film yang dimaksud, kutanya.
"Maaf, apakah kamu sudah menikah?"
Dijawabnya, "Nikah? Pacar aja aku nggak punya".
Kulanjutkan, "Nggak mungkin, cewek secantik kamu nggak punya pacar? Mungkin kamu terlalu milih kali".
Anggi lalu berkata, "Aku lagi nggak mau mikirin soal pacar dan nggak
usah nanya-nanya soal gituan ya. Sekarang aku lagi mau having fun"
Dahiku berkerut memikirkan apa kiranya yang dimaksud dengan "having
fun". Didapatkannya VCD yang dimaksud dan film pun mulai ditayangkan dan
betapa herannya aku melihat film tersebut. Film yang disetel Anggi
adalah tentang Bondage dan Disiplin. Diapun lalu bercerita tentang
fantasi yang ia miliki dan betapa senangnya ia kalau bisa melakukan
hal-hal seperti yang ada di film tersebut. Di jelaskan padaku bahwa dia
ingin dapat mengikat orang lawan jenisnya. Dia lalu bertanya padaku.
"Mau saya ikat kamu seperti di film itu?"
Aku menggelengkan kepala menandakan ketidaksetujuanku. Dia lalu beranjak ke arah pintu dan mengunci serta melepaskan kuncinya.
"Nah sekarang kamu nggak bisa pergi. Kamu sekarang aku culik dan akan
kujadikan budakku. Kalau kamu melawan, aku akan berteriak meminta tolong
biar orang-orang berpikir seolah-olah kamu mau memperkosa aku. Apa kamu
punya pilihan? Sebaiknya kamu nurut aja" katanya sambil mengejek namun
terlihat paras muka yang memohon.
Kutanya, "Buat apa pakai di ikat-ikat segala? Lebih enakkan kalau bebas dan kita bisa meneruskan seperti yang di taksi tadi"
Dijawabnya, "Aku mau nerusin yang tadi tapi dengan syarat kamu harus di
ikat. Aku senang dan bergairah sekali kalau lawan mainku nggak berdaya
lho!"
Akhirnya aku setuju dan menyerahkan diriku padanya.
"Ok deh kalau gitu maunya kamu tapi hati-hati ya," pintaku padanya.
Tak kusangka cewek manis dan cantik ini punya suatu keanehan. Anggi lalu
memintaku untuk berdiri dan melepaskan pakaianku hingga celana dalam.
Aku telanjang bulat dibuatnya. Dikeluarkannya beberapa tali dari tas
lalu diletakkan disampingku. Film bondage masih terus diputarnya. Ia
lalu meminta kedua tanganku diletakkan dibelakang dan diikatnya dengan
seutas tali yang cukup panjang. Beberapa putaran tali dililitkan di
tanganku dan kumerasakan ikatan yang kuat. Kedua ujung tali kemudian di
ikat mati olehnya sambil terlebih dahulu ditariknya keras-keras. Ia pun
lalu mengecek beberapa lilitan tali di tanganku memastikan tidak ada
yang longgar.
Setelah kedua tanganku terikat dibelakang, ia lalu mengikat kedua siku
lenganku erat-erat. Kemudian ia ikat kedua kaki dan lututku. Aku masih
berdiri sambil beberapa kali berusaha menyeimbangi diri agar tidak
jatuh. Setelah semuanya terikat, ia lalu menjatuhkan badanku ke lantai.
Beberapa tali masih belum terpakai dan tergelatak dilantai. Sesekali ia
mengecek tali-tali ikatan itu dan setelah itu kulihat senyum kepuasan
diwajahnya.
"Kamu seksi sekali deh telanjang dalam keadaan terikat. Kamu harus kuapakan? Ada ide nggak?" tanyanya sambil memandangku.
Aku menggelengkan kepalaku sambil menjawab, "Nggak ada. Terserah kamu aja deh mau ngapain aku"
Lalu disambungnya, "Ok deh kalau begitu nanti kupikirkan"
Tanpa kusadari, kurasakan kegairahan yang teramat sangat dalam keadaan
terikat. Penisku berdiri tegak dan keras bagaikan sebuah tiang bendera
yang besar. Tak kupungkiri aku menyukai keadaan ini. Mungkin kegairahan
ini timbul karena diikat seorang wanita cantik. Dalam keadaan tak
berdaya, Anggi lalu memintaku untuk menjilati kakinya. Permintaannya
kurasakan sebagai suatu hinaan dan aku benci serta tak mau melakukannya.
Belum sempat lama aku berpikir untuk menjawabnya, kedua kakinya
diletakkan di muka dan mulutku.
"Ayo jilat, bersihkan kakiku!" bentaknya.
Kulakukan perintahnya dan terdengar desihan nikmat darinya. Kujilat dan
kuisap jempol dan jari-jari kakinya beberapa kali. Mulutku terasa kering
karena jilatan-jilatan itu. Selang beberapa waktu kemudian, ia
memintaku untuk menghentikan dan Anggi lalu beranjak dari duduknya dan
menibaniku dengan posisi kemaluannya berada diatas kepalaku.
"Sekarang kamu jilat mekiku" pintanya.
Direndahkan mekinya sehingga memudahkanku untuk melakakukannya. Desihan nikmat yang cukup keras terdengar dari mulutnya.
"Aduh enak sekali, ayo jangan berhenti. Terus, terus, terus.."
Ia lalu menundukkan kepalanya dan kemudian kurasakan penisku terisap.
Kami melakukan posisi 69. Dilakukannya berualang-ulang hingga kurasakan
nikmat yang teramat sangat. Kuperingatkan padanya bahwa sebentar lagi
aku akan ereksi, namun Mee Mei tidak perduli malah mempercepat
hisapan-hisapan itu sambil mempermainkan biji penisku dengan tangannya.
"Awas, awas aku mau keluar.."
Dan semprotan spermaku keluar dengan kencangnya ke mulut Anggi. Cukup
banyak sperma yang keluarkan dan mungkin sebagian tertelah olehnya.
Walau aku sudah berereksi, ia tidak menghentikan hisapan-hisapan itu dan
terus malakukannya. Terasa kegelian tapi nikmat sekali. Tidak lama
kemudian, ia pun menyudahi hisapan itu dan berjalan ke kamar mandi
membersihkan mulutnya yang dipenuhi oleh spermaku. Ia lalu kembali dan
berkata.
"Bagaimana rasanya di sepong dalam keadaan terikat? Nah sekarang istirahat dulu"
Ia pun membiarkan diriku terikat di lantai. Ia lalu mengganti film
bondage dengan acara lainnya. Sambil menonton TV, Anggi memainkan
kembali kedua kakinya pada badan dan kepalaku sambil sekali-kali
menendangku, tapi tidak keras.
Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul 1 pagi dan badanku terasa capai
dan lemas. Kulihat ekspresi yang sama pada Anggi. Kuminta padanya untuk
melepaskan ikatan-ikatan ini karena aku mau pulang. Permintaanku itu
disambutnya dengan menyumpal mulutku dengan lakban serta mengikatkan
seutas tali di kakiku dan kemudian menariknya ke atas serta
menyatukannya dengan tanganku. Tidak ada jarak yang tersisa, kaki dan
tanganku bersatu dibelakang badan dan kemudian ia ikatan kedua ujung
tali tersebut. Setelah selesai mengikatkan tali itu, ia lalu menarik
tubuhku yang terikat ke dalam kamarnya dan kemudian mengangkatku ke
tempat tidurnya. Lalu ia berbaring disebelahku dan berkata.
"Kamu nggak boleh pulang malam ini. Kamu temani aku disini. Aku capai
dan mau tidur. Selamat tidur. Mimpi indah ya. Jangan coba-coba
melepaskan ikatan tali-tali itu"
Anggi lalu mematikan lampu kamarnya dan kemudian ia pun hilang ditelan
kegelapan malam. Aku pasrah dan menerima keadaan ini dan berusaha untuk
dapat tidur sambil berusaha untuk tidak menghiraukan sakitnya ikata
tali-tali di tangan dan kakiku.
Dalam tidurku terasa sesuatu hisapan di penisku. Enak dan nikmat hisapan
itu. Aku berpikir mungkin aku sedang bermimpi. Aku tidak sadar bahwa
aku masih dalam keadaan terikat. Kubuka kedua mataku dan kulihat Anggi
sedang menghisap penisku yang sudah berdiri tegak dan keras. Aku sadar
sedang tidak bermimpi. Ada sesuatu yang aneh lainnya yang kurasakan.
Anusku terasa dimasuki oleh sesuatu, tidak besar namun geli rasanya.
Akhirnya kusadari Anggi sedang memasukkan jarinya yang tertutup sarung
tangan plastik ke lubang pantatku. Tidak mudah ia melakukannya karena
posisi ikatan yang menyatukan kaki dan tanganku sehingga menyebabkan
lubang anusku tidak mudah untuk digapai.
Tak lama kemudian ereksiku pun terjadi dan spermaku berhamburan kembali
di mulutnya. Ia pun kemudian berjalan ke kamar mandi membersihkan
dirinya. Kemudian ia kembali menghampiriku dan melepaskan lakban yang
menyumpal mulutku dari tadi malam.
"Selamat pagi, gimana kabarnya. Belum pernahkan dibangunkan dengan alarm dengan sepongan" Anggi menyapaku.
Aku hanya tersenyum. Lalu aku mengatakan, "Lepaskan dong tali-tali ini.
Sakit rasanya terikat semalaman. Aku mau mandi dan pulang".
Ia lalu berkata, "Ini kan hari minggu buat apa cepat-cepat pulang.
Lagipula aku masih pengin melihat kamu seperti ini. Kalau rasanya sakit
ya lumrah dong. Oh iya, aku punya kejutan lho buat kamu. Tadi aku minta
temanku, Florence, kesini. Aku bilang ada sesuatu yang mungkin menarik".
Kujawab, "Gila ya apa kamu. Masa aku harus dipamerkan dan dimainkan oleh
teman-temanmu dalam keadaan seperti ini. Aku nggak mau. Ayo buka
tali-talinya!!" kataku dengan suara yang keras.
"Nggak mau. Buka aja sendiri" sahutnya.
Anggi lalu menyumpal mulutku kembali dan keluar kamar. Aku meronta-ronta
sekuat tenagaku mencoba membuka ikatan tali-tali itu. Berkeringat
seluruh badanku. Tidak lama kemudian ia kembali membawa sebuah lilin
yang menyala. Ia lalu duduk disampingku dan meneteskan air lilin yang
panas ke badanku.
"Ugh, ugh, ugh.." aku berteriak menahan panasnya tetesan lilin itu.
Aku bergeliat-geliat mencoba menjauhinya namun ia terus mendekatiku dan
mengulangi meneteskan lilin itu. Akhirnya aku pasrah dan hanya bisa
berteriak dalam keadaan tersumpal. Setelah puas melakukan permainan
meneteskan lilin itu, Anggi lalu membuka sumpalan mulut dan ikatanku
satu demi satu hingga aku terbebas.
"Aku bercanda kok bilang temanku mau datang kesini. Tapi nanti kalau
kamu aku ikat lagi, boleh ya aku ajak temanku, cewek kok. Siapa tahu
nanti akan lebih asyik dan bergairah. Ma kasih ya. Minggu depan kesini
lagi ya tapi jangan malam. Kita mulainya dari Sabtu siang aja, kan jadi
punya banyak waktu," sapanya sambil memperlihatkan beberapa foto diriku
dalam keadaan terikat.
Belum sempat aku menjawab, Anggi lalu berkata sambil mengancam.
"Kalau kamu nggak mau ketemuin aku lagi, foto-foto ini nanti aku
sebarkan lho! Jadi jangan coba-coba untuk menghindar. Aku juga sudah
tahu nomor telpon dan alamat kantormu dari kartu nama yang ada di
dompetmu".
Aku tidak bisa berkata apa-apa kecuali mengiyakan permintaannya. Akupun
lalu mandi dan berpakaian. Tak lama kemudian aku pamit pulang tanpa
banyak berkata apa-apa. Sebelum berpisah, Anggi kembali mengingatkanku
dan tersenyum mengejekku.
"Minggu depan ya sayang, jangan lupa. Aku tunggu lho.."
Tak kusangka jam pada saat itu menunjukkan pukul 10 pagi. Hampir 24 jam
aku terikat dan disiksa olehnya. Namun ikatan dan siksaan itu sangat
kunikmati dan sangat menggairahkanku. Aku berkata dalam hatiku tanpa
foto-foto itu atau diminta untuk datang kembali, aku pasti akan datang
memintanya untuk mengikat dan menyiksaku lagi.
Tamat