Kamis, 28 Februari 2013

Andani Citra: Akibat Main Mobil Goyang

Nama saya Citra (samaran), dan saya adalah mahasiswa semester 5 di salah satu universitas swasta ternama di bilangan Jakarta Pusat, dan apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah yang terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu.

Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku ketika semester lima, bagaimana tidak, hari itu aku ada tiga mata kuliah, dua yang pertama mulai jam 9 sampai jam tiga dan yang terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam, belum lagi kalau ada tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan tugas diskusi kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan teman sekelompokku, si Dimas selesai, di kelas masih tersisa enam orang dan Pak Didi, sang dosen.

"Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra?" ajak Dimas
"Jauh nih, di deket psikologi, rada telat sih tadi"
Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai buaya kampus.

Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.
"Eeii.. mau ngapain kamu?" tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba mendekapku.
"Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak melakukan hubungan badan nih, saya kangen sama vagina kamu nih" katanya sambil menangkap tanganku.
"Ihh.. nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di tempat parkir gila!" tolakku sambil berusaha lepas.
Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya.
"Dimas.. jangan.. nggak mmhh!" dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku.

Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH-ku. Nafsuku terpancing, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak mau lidahku juga ikut bermain dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah. Kira-kira setelah lima menitan kami ber-French kiss, dia melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku.

"Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih" katanya sambil menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya.

Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat Dimas makin bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku.
Dan.. oohh.. rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.

Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di tengah gelombang birahi ini, tiba-tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta gedoran pada jendela di belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari mereka menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun memilih turun membicarakan masalah ini baik-baik dengan mereka setelah buru-buru kurapikan kembali pakaianku.

Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan berumur 40-an itu lalu berkata,
"Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup mulut?"

Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga, walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang.

"Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar saya saja yang beresin" kataku
"Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah ini!"

Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya pikirku.

"Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek kamu!" perintah yang tinggi itu pada Dimas.

Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian ketat itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku menyandarkan punggungku ke tembok.

Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya. Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy, dan temannya yang berkumis itu bernama Romli. Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai mesum.

"Hehehe.. cantik, mulus.. wah beruntung banget kita malam ini!" katanya
"Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih?" tanya Pak Romli sambil menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu.
"Citra" jawabku dengan agak bergetar.
"Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah" Pak Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka.
"Non Citra coba sun saya dong, boleh kan?" pinta Pak Romli memajukan wajahnya
Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan itu.
"Ahh..non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup aja sih, gini dong harusnya" Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku.

Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan merabai pahaku.

Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun juga langsung diturunkan.
"Wow teteknya montok banget non, putih lagi" komentarnya sambil meremas payudara kananku yang pas di tangannya.
Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat yang kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan kadang disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas.

Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku. Nafasku makin memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli, bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya yang entah kapan dia keluarkan.

"Waw..keras banget, mana diamaternya lebar lagi" kataku dalam hati
"bisa mati orgasme nih saya"
Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin membengkak saja.

Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka, kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku.

"Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini" celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal.

Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung di kaki kanan.

"Pak masukin sekarang dong" pintaku yang sudah tidak sabar marasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku.
"Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi sih!" kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik.
Pak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan mengejangnya tubuhku.

Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan orgasme.

"Ooohh.. oohh.. di dalam yah non.. sudah mau nih" bujuknya dengan terus mendesah
"Ahh.. iyahh.. di dalam aja.. ahh" jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme panjang barusan.

Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai. Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai, kedua pahaku mengangkang dan vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis.

"Hehehe..liat nih, air sperma saya ada di dalam vagina wanita kamu" kata Pak Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku.

Opps..omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri di sebelahku menyuruhku mengocok penisnya.

Hhmm..nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang kencingnya dengan lidahku.

"Hei, sudah dong saya juga mau disepongin sama si non ini" potong Pak Egy ketika aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli.

Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke mulutku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai dari mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong, tiba-tiba Dimas mengerang, memancingku menggerakkan mata padanya yang sedang orgasme swalayan, spermanya muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat adegan-adegan panasku.

Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh.. seperti terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong, kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan-erangan tertahan, air ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas.

Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun dia bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang. Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih mampu menggenjotku selama hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku, lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset.

"Huh..capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong" perintahnya

Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku terlebih dahulu melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung supaya lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya rokku yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan gerakan naik-turun, sesekali aku melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa diplintir. Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga aktif mencupangi pundak dan leherku.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan menggenggamkannya pada batang penisnya.

"Mmpphh.. mmhh!" desahku ditengah keroyokan ketiga orang itu.

Toilet yang sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap.

"Ayo dong Citra.. emut, sepongan kamu kan mantep banget"

Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu saja membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku dibuatnya.

Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas. Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar

"Aahhkk.. saya mau keluar.. non"

Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan
creett..creett,
beberapa kali semprotan menerpa menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak sanggup menampungnya lagi.

Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap ke bawah menggerayangi payudaraku. Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakanganku.

Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah peluh, untung lantainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga terasa pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah merasa cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu.

"Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau ketangkap kan harus bagi-bagi" begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada pantatku.

"Citra.. Citra.. sori dong, kamu marah ya!" kata Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir.

Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata

"Saya nggak marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila yah, see you, good night"

Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu menyaksikan mobilku yang makin menjauh darinya.
E N D

Andani Citra: Akibat Berenang Bugil

Hari itu, sekitar jam 12 siang, aku baru saja tiba di vilaku di puncak. Pak Joko, penjaga vilaku membukakan pintu garasi agar aku bisa memarkirkan mobilku. Pheew.. akhirnya aku bisa melepaskan kepenatan setelah seminggu lebih menempuh UAS. Aku ingin mengambil saat tenang sejenak, tanpa ditemani siapapun, aku ingin menikmatinya sendirian di tempat yang jauh dari hiruk pikuk ibukota. Agar aku lebih menikmati privacy-ku maka kusuruh Pak Joko pulang ke rumahnya yang memang di desa sekitar sini.

Pak Joko sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7 tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah kemalingan. Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku daridulu sebenarnya berniat mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur, maka kuurungkan niatku.

"Punten Neng, kalau misalnya ada perlu, Bapak pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja" pamitnya.
Setelah Pak Joko meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari buku-buku kuliah itu. Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih terasa. Aku jadi ingin berenang rasanya, apalagi setelah kulihat kolam renang di belakang airnya bersih sekali, Pak Joko memang telaten merawat vila ini. Segera kuambil perlengkapan renangku dan menuju ke kolam.

Sesampainya disana kurasakan suasanya enak sekali, begitu tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin. Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi begini, bagimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada siapa-siapa lagi disini selain aku lagipula aku senang orang mengagumi keindahan tubuhku. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam. Aahh.. enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan. Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu (karena aku tidak bisa, hehe..)

20 menit lamanya aku berada di kolam, akupun merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam. Aku lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng coca-cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil suntan oilku dan kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan. Saking enaknya cuaca di sini membuatku mengantuk, hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis-habisan.

Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata bukan sekedar mimpi. Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit. Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia adalah Taryo, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu tepat di depan wajahku.
"Sstt.. mendingan Neng nurut aja, di sini udah ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam!" ancamnya
Aku mengangguk saja walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada mulutku
"Hehehe.. udah lama saya pengen ngerasain ngentot sama Neng!" katanya sambil matanya menatapi dadaku
"Ngentot ya ngentot, tapi yang sopan dong mintanya, gak usah kaya maling gitu!" kataku sewot.

Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan daridulu kalau ada wanita berenang di sini. Mengetahui Pak Joko sedang tidak di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke sini. Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat, namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi).
"Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka baju juga, dari tadi pegang-pegang doang beraninya!" tantangku.
"Hehe, iya Neng abis tetek Neng ini loh, montok banget sampe lupa deh" jawabnya seraya melepas baju lusuhnya.
Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya si Wahyu, tukang air yang pernah main denganku (baca Tukang Air, Listrik, dan Bangunan).

Dia duduk di pinggir kursi santai dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan menggosok-gosok bibirnya.
"Eenghh.. terus Tar.. oohh!" desahku sambil meremasi rambut Taryo yang sedang mengisap payudaraku.
Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat. Dengan merem melek aku menjambak rambut si Taryo yang sedang menyeruput vaginaku. Perasaan itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Taryo melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.

Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya agak bau, entah bau rokok atau jengkol. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya.
"Gua ga tahan lagi Tar, sini gua emut yang punya lu" kataku.
Si Taryo langsung bangkit dan berdiri di sampingku menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam benda itu, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.

Mulutku terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip helm itu, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
"Eemmpp.. emmphh.. nngg..!" aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan cairan itu, tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku, kacamata hitamku juga basah kecipratan maninya.

Kulepaskan kacamata hitam itu, lalu kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu terbuka dan Pak Joko muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya, aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku.
"Eehh.. maaf Neng, Bapak cuma mau ngambil uang Bapak di kamar, ga tau kalo Neng lagi gituan" katanya terbata-bata.
Karena sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya.
"Ah.. ga apa-apa Pak, mending Bapak ikutan aja yuk!" godaku.
Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku. Aku mengelus-elus batangnya dari luar membuatnya terangsang.

Akhirnya dia mulai berani memegang payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya.
"Neng, tetek Neng gede juga yah.. enak yah diginiin sama Bapak?" Sambil tangannya terus meremasi payudaraku.
Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka celana panjangnya, setelah itu saya turunkan juga celana kolornya. Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung, jari-jariku pun mulai menggenggamnya. Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga pemiliknya mengerang keenakan
"Wah, Pak Joko sama majikan sendiri aja malu-malu!" seru si Taryo yang memperhatikan Pak Joko agak grogi menikmati oral seks-ku.

Taryo lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kemaluannya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua penis yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Taryo pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku. Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam vaginaku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudaraku. Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada penis Pak Joko makin bersemangat.

Rupanya aku telah membuat Pak Joko ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku dengan memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja disenggamai dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghujam ke tubuhku. Perasaan ini sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Taryo menyentuh bagian terdalam dari rahimku dan ketika penis Pak Joko menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku. Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Joko. Bersamaan dengan itu pula genjotan si Taryo terasa makin bertenaga. Kami pun mencapai orgasme bersamaan, aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku, dari selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan.

Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
"Neng, boleh ga Bapak masukin anu Bapak ke itunya Neng?" tanya Pak Joko lembut.
Saya cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi, "Tapi Neng istirahat aja dulu, kayanya Neng masih cape sih".
Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Taryo duduk di sebelah kiriku dan Pak Joko di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. Yang satu ditepis yang lain hinggap di bagian lainnya, lama-lama ya aku biarkan saja, lagipula aku menikmatinya kok.

"Neng, Bapak masukin sekarang aja yah, udah ga tahan dari tadi belum rasain itunya Neng" kata Pak Joko mengambil posisi berlutut di depanku.
Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala merestuinya, dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vaginaku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Taryo yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.
"Aahh.. Pak cepet masukin dong, udah kebelet nih!" desahku tak tertahankan.
Aku meringis saat dia mulai menekan masuk penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.

"Wah.. seret banget memeknya Neng, kalo tau gini udah dari dulu Bapak entotin" ceracaunya.
"Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih piktor, gua kira lu alim" kataku dalam hati.
Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi itu, dia melepas penisnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke penisnya. Dengan refleks akupun menggenggam penis itu sambil menurunkan tubuhku hingga benda itu amblas ke dalamku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang padat berisi itu, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua payudaraku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Pak Joko memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun, anak majikannya sendiri, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak dirasakannya.

Goyangan kami terhenti sejenak ketika Taryo tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Joko. Taryo membuka pantatku dan mengarahkan penisnya ke sana
"Aduuh.. pelan-pelan Tar, sakit tau.. aww!" rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya.
Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua batang penis besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Taryo menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Taryo malah makin buas menggenjotku. Pak Joko melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut.

Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Joko erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Pak Joko. Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, putingku disedot kuat-kuat oleh Pak Joko, dan Taryo menjambak rambutku. Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku, di air nampak sedikit cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan penis masih tertancap.

Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh.. ternyata mereka mengikutiku dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka senang. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir
"Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih" disambut gelak tawa kami.
Setelah itu, giliran akulah yang memandikan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun kembali digarap di kamar mandi.

Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku. Sejak itu kalau ada sex party di vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku, mereka pun senang karena bisa merasakan tubuhku dan teman-teman kuliahku yang masih muda dan cantik. Jadi ada variasi dalam kehidupan seks kami, tidak selalu main sama teman-teman cowok di kampus. Lain hari aku akan menceritakan bagaimana jahilnya aku mengerjai teman-teman kuliahku sehingga mereka jatuh ke tangan Pak Joko dan Taryo dan juga pengalaman-pengalamanku lainnya.

E N D

Soegeng & Misno - Complete Story

Indy, Sepupu yang Alim

Namaku Sugeng, mahasiswa semester 6 di kota Y. Aku sebenarnya asli kota S, di kota ini aku tinggal menumpang pada pamanku. Pamanku ini punya anak perempuan yang kebetulan adik kelasku di kampus namanya Indy. Wajahnya ayu manis, tingginya sebahuku, kira-kira 162 cm. But that's all I know. Jangan tanya bagaimana ukuran payudaranya, kulit tangan atau betisnya, atau bentuk pinggulnya, aku tak tahu. Sebab walaupun serumah, dia selalu memakai jilbab panjang jika keluar kamar, sebab aku bukan termasuk muhrimnya, jadi tidak berhak untuk melihat "perhiasannya".

Walau demikian, aku menghormati dirinya, karena aku juga menghormati ayahnya yang telah berbaik hati menampungku.
Kalau kebetulan sedang bersama di rumah nonton tivi di ruang tengah atau ngemil di dapur, aku memang kadang-kadang suka curi-curi pandang melihat keayuan mukanya dan bentuk badannya, tapi tidak bisa berbuat lebih. Kalau lagi berpapasa atau berhadapan, aku lebih memilih menundukkan muka supaya tidak dianggap kurang sopan.

Suatu malam menjelang Isya, aku sedang mengerjakan PR kuliah elemen mesin di kamarku. That was a hard assignment, rumus-rumus bejibun bikin pikiran njlimet. Tiba-tiba pintu kamarku yang terbuka sedikit ada yang mengetuk. Aku menoleh dan ternyata wajah ayu itu sedang melongok ke dalam kamar.

"Mas, lagi sibuk ya?" sapa Indy
"Iya nih, tugas elemen, mumet aku. Loh baru pulang Ndi?" tanyaku balik
"Iya mas, tadi ada pengajian di masjid fakultas. Mas punya obat pilek ga? Ini hidungku meler nih dari tadi pagi," katanya
"Oh, ada, ada. Nih ada N*****, biasanya manjur buatku," jawabku sambil mengambilkan obat pilek itu dari laci meja belajarku dan memberikannya ke Indy di pintu kamar, dengan pandangan yang agak menunduk pula. Indy pun menerimanya sambil tangan kirinya memegang hidungnya yang pilek.
"Sama satu lagi mas, masih ada catatan kuliah termo gak? aku pinjem dong," pintanya lagi.
"Kayanya ada deh, coba kucari dulu bentar," kataku sambil mulai membuka kardus catatan kuliahku di kolong meja.
"Oh ya udah nanti aja deh, aku minum obat dulu aja, udah ga kuat nih pileknya. Makasih ya mas," jawabnya sambil meninggalkan aku sendirian di kamar.
"Oke," kataku singkat. Kemudian aku mulai kembali ke tugas elemenku yang belum beres.

Menit demi menit, hingga satu setengah jam kemudian akhirnya beres juga tugas elemen yang cuma dua soal ini. Sambil menenengkan pikiran, aku menengadah, lalu teringat sesuatu. Catatan kuliah termoku kan ada di tas, baru dikembalikan Misno yang teman sekelasnya Indy. Teringat Indy membutuhkannya, kurogoh-rogoh lah tasku. Nah, ini dia. Lumayan lah ada alesan main ke kamar Indy. Jarang-jarang kan.

Aku keluar kamarku menuju kamar Indy yang letaknya di sebelah kamarku. Pintunya agak terbuka sedikit ternyata. Baguslah pikirku, jadi dia belum tidur dan tidak perlu mengetuk pintunya keras-keras. Sampai di depan pintunya kuketuk perlahan sambil kupanggil dia, "Ndi, belum tidur kan?" tapi tak ada jawaban. Kuketuk agak keras kali ini sambil menunggu, tapi tak ada respon. Apa dia tidak ada di kamarnya ya. Kuberanikan mengintip sedikit ke dalam kamarnya.

Ternyata Indy ada di ranjangnya yang seukuran 3/4. Tampaknya sudah tertidur pulas, soalnya kupanggil lagi agak keras namanya tapi tidak bangun juga. Wah bagaimana ini pikirku. Ah, aku masuk saja lah sebentar, biar kuletakkan catatan termoku di meja belajarnya. Begitu aku masuk, dan sejujurnya selama tiga tahun di sini aku baru kali ini masuk ke kamarnya, kunikmati kenyamanan ruangan yang bersih dan rapi ini, dengan semilir pengharum ruangan. Kuletakkan catatan termoku di mejanya pelan-pelan. Begitu berbalik, Brakkk...., ternyata tempat sampahnya tertendang olehku, isinya berantakan. Aku menoleh ke Indy di ranjangnya, tapi ternyata dia tidak bergerak sedikitpun.

Lalu kuberanikan melihatnya lebih dekat. Dia tertidur pulas terlentang. Mulut yang sedikit menganga menandakan begitu pulasnya. Hmmm, kali ini bisa kunikmati wajahnya yang ayu dengan bebas. Dia masih menggunakan baju yang tadi dia pakai ke kamarku, jubah panjang bunga-bunga hijau dengan kerudung panjang seperut. Tampaknya saking lelahnya, dia tidak sempat ganti baju dan langsung tertidur setelah minum obat pilek itu. Memang obat pilek yang kuberikan ada obat tidurnya, dan biasanya setelah minum obat itu tidurku langsung nyenyak sekali.

Kulihat ke bagian bawah, wahh, ada pemandangan yang tak pernah kulihat sebelumnya. Ternyata betisnya kirinya terlihat, jubahnya tersingkap sampai lutut. Aku langsung deg-degan. Walaupun sudah sering melihat tubuh wanita telanjang di internet, tapi melihat betis gadis alim seperti ini lebih menyesakkan dada. Aku termenung sebentar melihat betis putih itu. Andai aku bisa melihat lebih...

Otakku bekerja sangat cepat ketika itu. Kapan lagi??? mumpung Indy lagi terpengaruh obat. Langsung kututup pintu kamarnya takut-takut ada yang lewat, bisa bahaya. Lalu aku mendekati Indy lagi, kuangkat pelan-pelan jubahnya di kaki hingga kedua lututnya terlihat. Tanganku gemeteran sangat. Mataku bolak-balik mengawasi kaki dan wajahnya takut tiba-tiba dia bangun. Melihat belum ada reaksi, akhinya dengan sangat lembut kutarik terus ke pinggang atas sampai paha dan celana dalam kremnya terlihat.

Wah, saat itu penisku langsung menegang, sangat tegang. Melihat gadis alim ini setengah telanjang membuat adrenalinku memacu jantung begitu cepat. Sebelumnya jangankan melihat betisnya, tangannya pun yang terlihat hanya telapak saja. Tapi kali ini pahanya pun yang putih mulus terpampang di depan mataku. Tangan kiriku meraba betisnya hingga pahanya, merasakan kelembutannya sementara tangan kananku mulai mengoocok penisku yang tegang sepenuh-penuhnya.

Kucoba menekan-nekan paha itu merasakan kekenyalannya, ternyata Indy masih tidak bergerak sedikitpun. Mataku kini terfokus pada gundukan di balik celana dalamnya. Aku ingin melihatnya, tapi bisakah?? Ah, kepalang tanggung, sekalian saja. Kapan lagi. Kutarik tangan kananku dari penisku sebentar. Kemudian dengan ekstra lembut, kutarik karet celana itu dari pinggangnya. Terus perlahan sampai bukit berbulu itu terbuka seluruhnya.

Sampai celana dalam itu di pahanya, aku merasa cukup. Kembali pemandangan yang makin indah itu kini kunikmati. Rambut kemaluannya ternyata tidak segondrong yang kukira, sangat rapi. Memang kutahu sunnahnya untuk mencukur rambut kemaluan, dan gadis alim itu pasti melaksanakan sunnah itu. Tak kuat lagi dengan pemandangan ini, kutarik celanaku hingga penisku mencuat keluar. Kukocok perlahan sambil menikmati pemandangan yang tiada duanya ini. Di bagian atas wajah ayu yang tertidur pulas dilingkupi kerudung dan jubah, namun di bawahnya tersingkap betis dan paha yang putih mulus, serta bukit berambut tipis itu.

Merasa tak tahan, kuambil tisu di meja Indy tiga lembar supaya kalau maniku muncrat, tidak berceceran di kamarnya. Sambil terus mengocok, aku malah tambah penasaran, bagaimana belahannya?? Ok, kuberhentikan onaniku sebentar, kucoba rengganggkan kakinya sedikit perlahan. Hap, yak berhasil. Kudekatkan kedua mataku ke depan kemaluannya seperti ketika praktikum biologi mengamati obyek di bawah mikroskop. Kupelototi benar-benar sambil kuhirup baunya yang aneh. Sementara tanganku kembali mengocok penisku makin cepat. Makin cepat dan keras. Dan, aku tak sanggup lagi. Wajah ayu, paha, bulu, belahan, benar-benar memberikan rangsangan ekstra ke mataku, mengalir ke otakku dan berujung ke penisku. Maka muncratlah maniku dengan kenikmatan yang tiada tara, melebihi ketika beronani sambil melihat porn di internet. Untung tangan kiriku sudah sigap dengan tisunya, jadi maniku tidak sampai terlempar mengenai tubuhnya.

Tak sampai satu menit kunikmati masa trance itu. Lalu pikiranku berangsur pulih kembali. Ok, it's over. Aku pun sangat lelah. Harus kubereskan pakaian Indy kembali seperti semula supaya tidak ada masalah menyusul di kemudian hari. Perlahan kutarik ke atas kembali celana dalam kremnya, lalu jubahnya kututupkan sampai kakinya. Done. Saking lemesnya aku pengen cepat-cepat berbaring di kamar. Langsung kubereskan sampah yang berserakan ke tempatnya yang tadi kutendang. Catatan termoku kuputuskan untuk kubawa lagi supaya dia tidak curiga aku pernah masuk ke kamarnya saat dia tidur. Kubuka pintunya perlahan dan langsung kembali ke kamarku. Tutup pintu, berbaring. Ah leganya...

Tak sadar, aku tertidur dengan cepat, dan terbagun ketika sudah pagi. Aku mengingat-ingat kejadian semalam, mengingat-ingat keindahan tubuh sepupuku yang alim itu, pemandangan yang tidak semua lelaki dapat menikmatinya. Mengingat-ingat orgasme onani yang sangat dahsyat. Ah sayang kenapa tadi malam tidak kubawa HPku, kan bisa kufoto untuk kenang-kenangan. Maksudnya untuk onani di kemudian hari. Sayang pula, kenapa pula tak coba kusingkap belahan itu lebih lebar. Memang yang kulihat hanya belahan vagina yang tertutup, tak ada lubang yang terlihat. Tapi saat malam itu, bahkan belahan yang tertutup pun mampu membuatku melayang.

Gapapa lah, memang rejeki sampai di situ. Yang penting jangan sampai Indy tahu perbuatanku. Jangan sampai ada jejak. Deg... Astaga... Tisu yang belepotan maniku masih tertinggal di kasurnya...

Orgy Gadis-gadis Alim

Namaku Sugeng, mahasiswa semester 6 di kota Y. Di kampus aku termasuk aktivis DKM, walaupun sebenarnya tidak terlalu aktif. Aku berasal dari keluarga yang religius, maka paman dan kakakku menyarankan aku untuk masuk organisasi DKM. Sebenarnya aku tidak terlalu minat, tapi supaya keluargaku tidak cerewet, dan lumayan untuk menambah pengalaman organisasi di CVku, kuputuskan untuk masuk. Aku bergabung di bagian publishing yang kerjanya membuat buletin, mading masjid fakultas dan website. Untungnya di bagian ini ada temanku yang sama parahnya, atau lebih parah dariku untuk masalah porn, namanya Misno. Kalau aku hanya suka membuka website porn, Misno malah lebih aktif, yaitu suka ngintip dan merekam teman kos wanitanya sedang mandi. Kadang-kadang dia menshare hasil "kejahatannya" denganku. Benar-benar teman yang kreatif.

Untungnya lagi, teman-teman akhwat di bagianku cantik-cantik semua. Zahra, tubuhnya pendek, berkaca-mata, tapi kulitnya putih bagaikan susu. Anita, sama pendeknya dengan Zahra, tapi wajahnya lebih manis. Tyas, tinggi semampai, dengan hidungnya yang mancung dan senyumnya yang super sweet. Terakhir adalah Nisa, berkulit coklat, tubuhnya lebih padat berisi, namun tetap cantik. Walaupun mereka semua berkerudung panjang, namun aura pesona mereka tetap tak bisa tertutupi, membuat mata yang memandang mereka makin nyaman dalam kesyahduan.

Alkisah Misno membuka obrolan denganku saat jajan es kelapa di kantin fakultas.
"Geng, emang kira-kira iklan obat perangsang yang ada di kampus.us itu beneran ga ya?" ujarnya.
"Wah mana ku tau, aku sih ga pake begituan juga udah terangsang hahaha...," jawabku sekenanya. Misno pun ikut tertawa.
"Tapi ane masih penasaran geng, jadi pengen nyobain..." sambungnya lagi.
"Wah gila lu ya, mo nyobain ke mana? Ah aku tau, pasti temen kosan kau itu mau kau kasih obat, terus kau rekam ya?" terkaku.
Misno tertawa mendengan jawabanku.
"Ga tau deh, tapi ane udah bosen sih lihat bodinya Murni itu. Pengen liat yang lain, tapi siapa ya..." lanjutnya lagi.
"Wah dasar aktivis DKM mesum kau...," jawabku. Aku pikir Misno hanya becanda saja, walaupun untuk urusan seperti ini biasanya Misno aku tau tidak pernah takut mencoba. Tapi lagian mau ngintip siapa lagi kalau bukan teman kosannya?

---
Seminggu kemudian...

Sesuai kesepakatan, sore ini ada meeting buletin dan mading di ruang publishing DKM. Semua tim publishing mesti hadir. Jam setengah dua siang sudah hadir semua. Anita, Zahra, Tyas, Nisa, Misno, Rizki sang ketua bagian, Herman sang editor dan aku. Rizki mulai membuka meeting dan menjalankan sesuai agenda, sementara Herman mengetik notulensi meeting di laptonya. Sore itu cukup panas sehingga baru setengah jam, kami sudah kehausan semua.
"Wah, mulai haus nih, kayaknya butuh penyegaran tenggorokan," komentar Rizki.
"Iya, sama nih kita-kita juga," balas Zahra mewakili tim akhwat.
"Oh ini tadinya aku mau beli konsumsi, tapi gak sempat. Biar kubeli dulu ya," tiba-tiba Anita nyeletuk. Memang biasanya Anita lah yang membelikan kami konsumsi karena dia yang paling tajir di antara kami.
"Eh gak usah repot-repot ukti, biar aja aku yang beli. Emang mau beli konsumsi apa?" Misno menjawab sambil berdiri menawarkan diri.
"Oh akhi Misno yang mau beli, terserah aja deh mau beli apa. Ini uangnya," kata Zahra sambil memberikan selembar seratus ribu kepada Misno.
"Wah Akhi Misno, baik sekali akhi," ujar Rizki sambil tersenyum.
"Ga papa, sekali-kali kok," jawab Misno sambil ngeloyor pergi meninggalkan kami.

Kurang lebih sepuluh menit Misno datang membawa delapan teh botol dan cemilan kripik dan bolu kering. Dengan semangat kami menyerbu konsumsi tersebut karena memang sudah tak tahan haus dan agak lapar. Lagipula agenda meeting sudah selesai, tinggal membicarakan hal-hal tambahan yang perlu untuk tim publishing. Teh botol yang sudah terbuka sejak dibawa Misno langsung kami sruput dengan semangat sambil bincang-bincang ringan. Ketika pembicaraan dianggap selesai, kami segera beres-beres untuk pulang. Toh tidak baik juga kalau anggota DKM berkumpul laki dan perempuan dalam satu ruangan tanpa pembatas berlama-lama. Tapi saat beres-beres itulah kulihat anggota yang lain mulai bertingkah aneh. Ada yang garuk-garuk, kipas-kipas kepanasan, resah. Pada kenapa ini?? Tapi pas kulihat Misno, dia malah cengar-cengir memperhatikan teman-teman semua.

"Mis, kenapa cengar-cengir? Itu temen-temen pada kenapa ya?" bisikku perlahan.
"Geng, ente inget tentang obat perangsang yang pernah kuomongin kan, tadi kumasukkan ke teh botol mereka hihihi..." jawab Misno.
"Buset, nekat amat lu, begimana ini? bisa pada orgy nih anak DKM," kataku sambil melotot.
"Tenang geng, kita lihat dulu perkembangannya..." jawab Misno.
Dengan santai Misno menutup pintu ruangan ini yang dari tadi terbuka lebar, menambah gerah suasana. Anehnya, tidak ada yang protes. Lalu Misno mendekati Zahra dan Tyas yang duduk di sofa kecil yang ada di kamar itu. Zahra tampak resah, mukanya menengadah ke atas, sementara Tyas tak henti-hentinya mengelap keringan di pipinya sambil sesekali tangannya menyentuh-nyentuh badannya.

"Kenapa Zahra, pusing ya?" tanya Misno
"Iya nih, pusing dikit, panas pula..." jawabnya
"Sini ane pijitin ya..." kata Misno lagi sambil tangannya mulai memijit pundak Zahra.
"Jangan akh, ga usah..." tukas Zahra. Tapi anehnya Zahra tidak menolak tangan Misno, malah mulai menikmati pijatan di pundaknya. Merasa mendapat angin, Misno menurunkan pijatannya dari pundak ke punggung Zahra dan dengan cekatan ke depan, ke dada Zahra yang masih terbungkus kerudung, jubah dan pakaian dalamnya. Bukan memijat sekarang, lebih tepatnya meremas. Zahra benar-benar tidak melawan, hanya memekik perlahan saja. Sementara Tyas yang ada di sampingnya, Anita yang ada di sofa panjang, Nisa, Rizki dan Herman yang masih di karpet, dan aku sendiri terpana menyaksikan pemandangan itu. Tidak ada yang protes, malah seolah-oleh menunggu kelanjutan pergerakan tangan Misno.

Bisa dikatakan semua sudah terpengaruh obat perangsang yang Misno masukkan ke teh botol kecuali Misno dan aku, sebab teh botol Misno dan aku tidak diberi obat perangsang. Seperti seorang ahli, Misno dengan cekatan mencium mulut Zahra dan tangannya menyibakkan jubah Zahra hingga ke pinggang. Melihat Zahra masih memakai celana panjang, Misno langsung memelorotkan celana itu hingga terlepas kemudian melepas celana dalam Zahra yang berwarna pink. Dengan ganas Misno melanjutkan ciumannya sementara tangan kirinya meremas-remas dada Zahra dan tangan kanannya meraba kemaluan Zahra.

Melihat pemandangan itu, akupun langsung On. Kudekati Tyas yang ada di sofa yang sama.
"Tyas mau kaya gitu?" tanyaku memancing. Tapi Tyas diam saja tak merespon. Maka langsung kucium mulutnya sebagai serangan awal sambil kuraba-raba seluruh tubuhnya. Dadanya, perutnya, pahanya, pantatnya, walaupun masih terbungkus jubah. Setelah agak bosan, kulakukan pada Tyas apa yang Misno lakukan pada Zahra, kusingkap jubahnya, kubuka celananya. Lalu kutarik dan kukangkangkan kaki Tyas yang masih duduk di sofa lebar-lebar, dapat kulihat vaginanya yang masih menutup dengan bulu-bulu halus di atasnya. Langsung kubenamkan wajahku, dan kujilat belahan kemaluan itu. Tyas melonjak-lonjak sambil tangannya meremas-remas rambutku. Terus kujilat sampai puas. Kemudian aku berdiri lagi sambil masih memegang kedua pergelangan kaki Tyas. Pemandangan yang luar biasa, Tyas yang alim dan mancung ini masih berkerudung dan berjubah, namun paha dan kemaluannya terpampang di depan hidungku.

Karena merasa ada desakan di celanaku, langsung kubuka dan kuturunkan sehingga penisku yang sudah tegang mencuat. Kusodorkan ke mulut Tyas sambil kutarik kepalanya. Tyas pun menurut memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Agak sakit malah karena gadis ini pasti belum pernah melakukan blow job. Tapi sensasi lidahnya yang menyapu kepala penisku benar-benar membuatku melayang. Kulirik ke kiriku, ternyata Zahra juga sedang mengoral Misno, bedanya Zahra ternyata sudah tidak berbusana. Payudaranya agak lonjong seperti pepaya mencuat dengan puting yang menegang, ditarik dan diremas oleh Misno. Uniknya lagi, kerudung Zahra tidak dilepas sehingga pemandangan itu sungguh eksotis.

"Mimpi apa gue Geng, diblowjob cewe-cewe alim kaya gini?" kata Misno kepadaku sambil menikmati mulut Zahra.
"Dasar sableng lu No," jawabku sekenanya.
Aku menoleh ke karpet, ternyata Herman dan Nisa sudah bergaya 69 sambil menyamping, dan keduanya sudah setengah telanjang. Herman tinggal memakai kemejanya, sedangkan Nisa tinggal memakai kerudungnya yang panjang seperut. Sementara di ranjang. Anita dan Rizki yang paling soleh sedang bergaya 69 dengan Rizki di atas sambil mengepaskan penisnya di mulut Anita, sedangkan Anita di bawah membuka kakinya lebar-lebar memberikan ruang untuk mulut Rizki mengeksplorasi vaginanya. Keduanya sudah melepaskan pakaiannya, termasuk Anita yang sudah melepas kerudungnya sehingga rambutnya yang ikal bergelommbang terurai di sofa.

Melihat pemandangan ini membuat libidoku memuncak. Kuluman dan remasan Tyas pada penisku membuat pertahananku mulai goyah. Tiba-tiba Misno menepak pundakku, "Gantian dong, aku mau sama Tyas," katanya.
"Oke aja," jawabku. Lalu aku melepas penisku dari mulut Tyas, dan pindah ke kiri menghadap Zahra. Aku langsung memasukkan penisku ke mulut Zahra sambil meremas-remas payudaranya yang mencuat dan menggantung itu. Aku terpejam menikmati kulumannya dan kekenyalan teteknya. Tiba-tiba terdengar jeritan "Auu, sakit..." kubuka mataku dan kulihat ke sebelah, ternyata Misno sudah menusukkan penisnya ke vagina Tyas. Keduanya terpejam, yang satu menahan sakit, yang satu menahan nikmat. Bener-bener sableng Misno, keperawanan gadis DKM ini mau direnggutnya juga.

Tapi melihat Tyas yang masih berkerudung menganga sambil menjerit kecil dengan kaki mengangkang membuatku tak kuat lagi. Kupercepat kocokanku di mulut Zahra, kemudian kucabut penisku dari mulutnya, kuarahkan ke atas dan "Aaaakhhhh...", maniku belepotan di kacamata dan pipi Zahra, menembak-nembak menandakan kenikmatan yang begitu kuat, sambil tangan kiriku terus menekan kenyalnya dada Zahra. Tak lama, aku mulai lemas dan terduduk di lantai. Kulihat Zahra masih belum puas, meremas payudaranya sendiri dengan tangan kanan, sedangkan yang kiri meraba-raba vaginanya yang berambut halus. Di sebelahnya, Misno dengan semangat menyodok-nyodokkan penisnya dalam-dalam ke selangkangan Tyas. Pakaian Tyas kini sudah amburadul dengan jubah yang terangkat hingga pundak, BH yang lepas cupnya dan kedua bukit dadanya yang bulat dengan puting yang menghitam.

Kulihat di tempat karpet Herman berbaring terlentang sementara Nisa di atasnya, keduanya tanpa sehelai benangpun, keduanya saling menggesek-gesekkan selangkangan. Entah hanya saling bergesekan, atau penis Herman sudah masuk ke vagina Nisa. Bisa kukatakan, dada Nisa agak rata dan konturnya tidak seindah kedua temannya, tapi erotiknya, ketika pantatnya dimajumundurkan, dari mulutnya terdengar desahan Ahhh... Ahhh... Ahhh... berulang-ulang, tampak sangat menikmati. Dan di sofa panjang, Rizki menindih Anita dengan hentakan yang keras hingga sofanya ikut bergoyang. Mungkin keperawanan Anita pun sudah direnggutnya. Entahlah.

Lama-lama kesadaranku pulih. This is not good, this can be a nasty scandal for DKM. Buru-buru aku merapikan celanaku, merapikan tas dan barang-barangku. Aku tidak mau berlama-lama terlibat dalam perbuatan mesum ini. Aku melihat sejenak aktivitas di kamar mesum ini untuk terakhir kalinya, semua masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Langsung aku menuju pintu, membukanya dan menengok keluar. Ternyata di luar ada Pak Agus, dosen pembimbing DKM di fakultasku bersama Ilham sang ketua DKM.

"Eh Assalamualaikum Sugeng, kalian masih di dalam ya? Saya dengar kalian meeting di ruangan ini. Saya ada perlu sama Rizki dan Anita untuk membicarakan departemen publishing, mereka ada di dalam tidak? Kok pintunya ditutup sih? Boleh kami masuk?"
Aku ternganga.......

Pak Agus dan Anita

Namaku Sugeng, mahasiswa semester 6 di kota Y. Di kampus aku bergabung dengan organisasi D** dengan pembina Pak Agus. Pak Agus masih muda, sekitar 40an awal dengan gelar Ph.D yang diambilnya di J. Sebagai pengajar, dia termasuk smart, menjelaskan mata kuliah dengan lugas dan menarik, sehingga mahasiswa dan mahasiswi simpatik padanya. Dalam membina organisasi kami pun dia sangat mendukung, setiap kegiatan kami disupportnya sehingga kami dapat menjalankannya dengan penuh semangat.

Suatu sore aku dan temanku Misno ngobrol-ngobrol tentang kuliah dan organisasi kami sambil menikmati es kelapa muda.
"Untung juga ya kita punya pembina Pak Agus, kegiatan outbond kemarin sempat hampir ga disetujui kan sama dekanat gara-gara kita ngajukan dana ke dekanat. Untung Pak Agus bisa ngelobi PD 3 ya," ujarku ke Misno yang matanya sedang tertuju ke laptopnya, melihat-lihat status facebook temannya.
"Iya sih untung juga," jawabnya singkat sambil matanya tak lepas dari laptopnya.
"Wah kurang apa Pak Agus ya, masih muda, ganteng, kaya, pinter, lulusan J coy, "lanjutku lagi.
"Yoi..." jawab Misno singkat, masih sibuk facebookan.
"Kata temen-temen yang pernah ke rumahnya istrinya cantik pula loh, sama anaknya ada yang cewe masih SMA, "lanjutku lagi berusaha mengalihkan perhatian Misno dari laptopnya.
"Katanya sih gitu, tapi... gue rasa ada yang ga beres deh, "balas Misno mulai melirik ke arahku.
"Ga beres gimana maksud lo?" tanyaku penasaran.
"Ini ga tau bener apa ngga ya, inget loh ini cuma di antara kita berdua aja. Denger-denger sih dia pernah check in di hotel di daerah K sama cewe gitu. Tapi jangan bilang siapa-siapa lo..." jawab Misno makin serius sambil mengerutkan dahi.
"Ah yang bener No, kata siapa. Masa orang alim gitu bawa cewe ke hotel?" jawabku penasaran.
"Bener Geng, aku kan ada sepupu yang jadi cleaning service di hotel di daerah K. Lah dia bilang ada orang mirip banget sama Pak Agus di hotelnya bawa cewek. Mobilnya Xenia merah, sama kaya mobil Pak Agus kan?" jawabnya.
"Lah emang sepupumu pernah lihat Pak Agus di mana?" tanyaku lagi.
"Kan waktu tabligh akbar di fakultas sepupuku itu ikut. Dia inget muka Pak Agus gitu katanya. Coba nanti kucheck lagi deh..." jawabnya lagi.

Sebenarnya aku masih tidak percaya, tapi kalau Misno sudah bicara serius di kantin sambil jajan es kelapa, biasanya bakal ada kelanjutannya.

---

Berselang dua minggu, Misno main ke rumahku suatu malam. Well, tepatnya rumah pamanku, aku menumpang di sini.
"Geng, aku ada info sangat penting nih," katanya langsung.
"Halah, paling infonya lu mau pinjem duit kan?" terkaku sambil bercanda.
"Bukaaan, ini serius. Ayo ke kamar lu cepetan," katanya lagi.
"Oke oke," sambil kami berdua ke kamarku. Misno langsung membuka laptopnya, mencolokkan adapter ke colokan listrik, dan menyalakannya.
"Tutup pintunya Geng, gawat ini," katanya lagi makin serius.
Kututup pintunya, lalu duduk di samping Misno menanti layar laptopnya yang masih bertuliskan Ubuntu. Tak lama Misno mulai membuka folder-folder di filenya, membuka file video dengan judul vid0005, dan play.

"Oh gue kira apaan, film bokep ya?" kataku.
"Eh coba lu perhatiin, siapa yang di kamar itu?" tukasnya lagi.
Kuperhatikan film yang agak remang-remang itu dengan seksama. Lokasinya seperti di dalam kamar hotel, terlihat dari furniturnya yang khas plus ranjang dengan sprei putih. Filmnya seperti diambil dari sudut yang sama. Ah mungkin hidden cam. Tapi pas kuperhatikan sepasang laki dan perempuan yang ada di film itu, sepertinya saya kenal keduanya. Coba kuamati lebih dekat, dan ternyata, astaga...
"Loh itu kan Pak Agus sama Anita," pekikku pelan.
Pak Agus sang dosen pembina organisasiku, dan Anita adalah mahasiswi yang juga anggota organisasiku ini, bahkan satu bagian denganku. Sehari-hari di kampus, Anita yang tajir ini selalu berpakaian berjubah dan berkerudung panjang. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 162 cm, tapi wajahnya manis sekali. Mirip artis Asmiranda gitu deh.
Kuperhatikan film itu kini dengan serius. Filmnya memang tidak menyajikan seluruh adegan dari awal. Bermula dari posisi 69 di mana Pak Agus di bawah menikmati tindihan selangkangan Anita di mukanya, sementara Anita sambil menungging mengulum dan menjilat penis Pak Agus yang tampak cukup tebal sambil mengocoknya perlahan.

Aku makin fokus ke video itu, penisku tampaknya mulai ikut fokus karena tak kukira bakal melihat Anita yang alim dan biasanya berpakaian tertutup ini dalam kondisi telanjang. Mereka kemudian berganti posisi. Anita terlentang di ranjang dan mengangkangkan kakinya lebar, sementara Pak Agus di depan selangkangannya, mula mengepaskan penisnya di mulut lubang vagina Anita, sambil sesekali digesekkannya. Dan, bless, penis itu masuk perlahan tapi pasti ke lubang kemaluan Anita. Anita nampak sangat menikmatinya, ketika pantat Pak Agus maju, maka muka Nita tertengadah ke atas sambil menggigit bibirnya. Pak Agus menarik pantatnya, kemudian memasukkan lagi perlahan, dan wajah Nita yang manis itu pun kembali bereaksi menahan nikmatnya gesekan penis Pak Agus dengan dinding rongga vaginanya. Terus begitu hingga tusukan Pak Agus mulai naik kecepatannya. Terdengan sayup-sayup suara Anita mengerang menikmati tusukan-tusukan itu.

Tak sampai dua menit, Pak Agus mengangkat kedua pergelangan kaki Anita lebar-lebar sambil terus melancarkan sodokannya. Tangan Anita berputar-putar meremas payudaranya sendiri sambil sesekali memilin dan memijit putingnya. Kemudian Pak Agus melepas pegangannya di kaki Anita, kemudian kedua tangan kekarnya meremas-remas tetek Anita sambil tak henti menyodok.

Puas dengan posisi ini, Pak Agus melepas tusukannya, kemudian Anita bangun dan menungging. Posisi doggy style pun dimulai. Tampak tubuh Anita bergetar-getar karena pantatnya dihantam paha Pak Agus berulang-ulang. Ini pun tak lama, tak sampai tiga menit, keduanya berubah posisi lagi. Pak Agus duduk di tepi ranjang sementara Anita duduk di pangkuannya, menaikturunkan tubuhnya berulang-ulang. Tangan Pak Agus melingkar di punggung dan pinggang Anita sementara mulutnya mengulum puting Anita bergantian kanan dan kiri. Posisi ini cukup lama sampai kulihat tubuh Anita bergerak tidak karuan sambil tangannya meremas rambut Pak Agus, pertanda dia menikmati puncak persetubuhan itu. Kemudian mereka berbaring di ranjang kelelahan. Tampaknya Pak Agus pun sudah 'keluar.'

"No, kok bisa kamu dapet video ini?" tanyaku curiga.
"Kan kubilang ada sepupuku yang kerja di hotel ini. Aku minta dia pasang kamera tersembunyi di tempat Pak Agus biasa singgah. Pas kebetulan mereka datang, pas dikasih kamar itu oleh resepsionisnya," jawab Misno menerangkan.
"Ooooh, gitu. Tapi kok Anita berani banget ya, padahal kan dia pake jilbab. Kok bisa-bisanya mesum-mesuman sama Pak Agus. Walah... piye iki..." lanjutku lagi.
"Justru itu, karena Anita pake kerudung, orang-orang hotel gak curiga macam-macam, dikiranya suami istri biasa. Untung ada sepupuku yang tahu," jawabnya lagi.
"Terus gimana ini, kita gak bisa tinggal diam aja dong," lanjutku lagi.
"Gak tau juga deh, tapi kayanya gue ada rencana nih, gue pikir-pikir dulu deh..." jawab Misno sambil menerawang ke langit-langit kamarku dan tersenyum licik, senyum mencurigakan.

---

Dua minggu kemudian...

Aku dan Misno menikmati suasana sore di kantin, ditemani minuman favorit kami berdua, es kelapa muda, menghilangkan kepenatan karena kuliah dari pagi hingga siang. Setelah ngobrol ngalor ngidul membicarakan macam-macam, tiba saatnya Misno membicarakan topik yang serius.
"Geng, nanti malem ndak sibuk kan? ga ada tugas?"
"Ga ada No, nanti malem nyantai, kenapa emang?" tanyaku.
"Nanti malem lo ikut ya, ada acara penting nih," jawabnya.
"Acara apa? kemana?" tanyaku lagi.
"Aah, pokoknya enak deh, lu ikut aja lah..." jawabnya lagi tidak menjelaskan.

Malamnya, Misno menjemputku di rumah pamanku dengan motor bebeknya. Tidak banyak bicara, aku langsung dikasih helm dan dia langsung membawaku ke suatu tempat ke dekat kampus, yang kalo tidak salah ini adalah kos-kosan yang rada mahal. Penghuninya adalah anak orang-orang tajir, sebab ada tempat parkir mobil yang luas, plus free internet 24 jam. Setahuku, teman kami yang tinggal di sini adalah... Anita. Aku mulai curiga sama Misno ini, untuk urusan kejahatan kelamin dia memang ahli dan rada nekat.

"No, ini kan kosan Anita," kataku penasaran.
"Betul Geng, ndak salah lagi," jawabnya dengan senyum yang menawan dan mencurigakan.
"Lah emang kita mau ngapain ke sini?" tanyaku makin penasaran.
"Minta jatah Geng," katanya singkat dan mantap.

Aku teringat video mesum Anita dan Pak Agus. Wah ini bakalan ada pemerasan kayanya. Tapi si Misno punya rencana apa ya. Kami mulai memasuki bangunan kos dan langsung ke kamar Anita. Karena ini kosan orang borju, maka di sini orangnya cuek-cuek. Laki dan perempuan campur, dan kita bisa mengunjungi teman kita di kamarnya tanpa aturan macam-macam.

"Kowe pokoknya ikut aja Geng, aku yang pegang kendali," kata Misno sebelum mengetuk pintu kamar. Kemudian Misno mengetuk beberapa kali sambil, terdengan suara perempuan, Anita, dari dalam kamar meminta untuk menunggu sebentar. Kemudian pintu dibuka, dan muncullah Anita yang saat itu memakai daster panjang berwarna ungu lengkap dengan kerudung panjangnya pula.
"Loh, Sugeng, Misno, tumben malam-malam, ada apa ya? kok tidak telepon dulu atau sms," katanya agak terkejut.
"Anu Nita, kami ada perlu penting Nita. Boleh kita bicara di dalam aja Nit? jawab Misno. Aku hanya diam saja mengikuti rencana Misno.
"Oh boleh-boleh, ayo masuk," ajak Anita dengan ramah. Kami pun masuk ke dalam. Kamarnya sangat luas, mungkin dua kalinya kamarku di rumah pamanku. Ada ranjang ukuran 3/4, meja belajar, tivi LCD, dispenser, kulkas, dan kamar mandi juga. Kami dipersilakan duduk di karpet yang empuk di lantai. Anita mengambilkan dua kaleng minuman sprite dari kulkas untuk kami. Kemudian Anita ikut duduk emoh di karpet.

"Jadi sebenarnya ada apa nih? Kayanya penting banget ya sampai malam-malam harus kemari?" tanyanya.
"Yaaaa, memang penting sih. Tapi Anita jangan kaget ya, ini saya membawa sesuatu untuk dilihat Anita," jawab Misno datar.
"Loh memangnya bawa apa?" tanyanya lagi makin penasaran. Aku juga tambah penasaran.
"Ok,tapi sekali lagi jangan shock ya. Jadi begini Nita, ada yang melapor ke saya atas aktivitas Anita. Awalnya saya tidak percaya. Tapi setelah saya diberi bukti olehnya, maka saya jadi percaya. Ini coba dilihat," jawab Misno menerangkan. Lalu ia mengeluarkan Galaxy Mini miliknya dari saku, mengotak-atik sebentar, lalu memberikannya ke Anita.

Anita awalnya memperhatikan layar smartphone itu dengan dahi berkerut tanda tak mengerti. Tapi tak lama wajahnya mulai berubah. Mulutnya menganga, matanya terbelalak tanda tak percaya. Ia menyaksikan video dirinya dengan Pak Agus sedang melakukan hubungan layaknya suami istri di hotel itu. Kepalanya menggeleng-geleng tak ingin mempercayai apa yang ia lihat. Tapi apa mau dikata...

Setelah dua tiga menit, tampaknya Anita mulai bisa mengendalikan dirinya. Napasnya ia kendalikan sebisa mungkin untuk menenangkan hatinya. Kemudian ia menoleh ke kami berdua dengan sorot mata sayu.
"Misno, i...ini dari mana kamu dapat?" tanyanya pelan.
"Ah itu ndak penting Anita, tapi yang penting adalah Anita sudah melakukan hal yang berbahaya. Semua tahu Anita adalah orang yang alim, berpakaian rapi, aktivis D**, anak orang kaya, masa iya sampai hati melakukan ini dengan dosen sendiri. Apa Anita tidak takut ketahuan? Bagaimana nanti kalau video ini tersebar? Kamu bisa drop out, belum lagi karir Pak Agus yang sedang menanjak bisa jadi berantakan. Coba pikirkan Nita..." jawab Misno bersemangat sambil sedikit menceramahi.
"Apa orang-orang sudah pada tahu video ini Mis?" tanya Anita lagi.
"Saat ini yang tahu hanya kami berdua Anita," jawab Misno.
"Ah syukurlah kalau begitu Mis. Tolong ya, rahasia ini dijaga, jangan sampai tersebar. Jangan sampai orang lain tahu ya," pintanya lirih dengan muka yang sangat memelas. Aku sendiri tidak tega melihat wajah cantiknya yang memelas itu. Aku ingin bicara dan berkata 'tenang aja nit, rahasiamu aman bersama kami', tapi Misno mendahului.
"Oke Nit, rahasiamu bisa aman bersama kami. Kami jamin. Tapi Nit, kalau bisa kita saling membantu lah. Kami membantumu, dan kau juga bantu kami," jawab Misno mulai masuk pada strategi perangkapnya.
"Loh memang kalian butuh apa? kalo misalnya butuh uang atau sesuatu, asal bisa kubantu tidak masalah. Katakan saja Mis," jawab Anita lagi.
"Tidak tidak Nit, kami tidak minta uang. Kamiiii, hmmm, minta seperti Pak Agus," jawabnya Misno berdiplomasi.
"Maksudnya...?" tanya Anita tak mengerti.
"Kami minta dilayani seperti Pak Agus Nit," jawab Misno tegas.

Inilah ternyata yang diincar Misno. Video itu akan ditukar dengan tubuh Anita yang tertutup ini. Ah betapa nekadnya temanku yang satu ini. Kenapa dia bisa jadi temanku. Kenapa dia bawa-bawa aku untuk urusan seperti ini.

Anita ternganga. Dia makin shock, matanya menyorot tajam ke kami berdua, seperti hendak mengusir kami. Tapi lambat laun mukanya berubah lagi menjadi Anita yang ramah. Tampaknya dia dapat mengendalikan amarah dirinya dan berpikir dengan akal sehat.

"Baik, saya mengerti keinginan laki-laki seperti kalian. Tapi bagaimana saya bisa yakin kalian tidak akan menyebarkan video itu setelah menikmati tubuh saya?
" tanyanya tegas.
"Nita, walau kami pemeras, kami tidak akan ingkar janji," jawab Misno tak kalah tegasnya.

Nita merenung sejenak, kemudian memberikan samrtphone Misno ke pemiliknya dengan perlahan. Kemudian matanya menerawang ke langit-langit kamar sejenak. Lalu kembali menatap kami berdua.

"Oke, kita deal. Kapan kalian mau dilayani?" kata Anita menantang.
"Sekarang saja Nita, untuk apa ditunda. Bisa kan?" tanya Misno tersenyum penuh kemenangan.
"Oke, sekarang, I'm yours. Apa yang kalian inginkan? tapi jangan lama-lama. Aku tidak enak dengan teman-teman kosku kalau ada laki-laki main ke sini lama-lama," jawabnya.
"Oke bagus-bagus. Geng, kunci dulu pintunya cepetan," suruh Misno kepadaku. Aku bangun buru-buru mengunci pintu tidak sabar menyaksikan permainan Misno selanjutnya. Setelah mengunci pintu, aku kembali duduk di sebelah Misno sambil menyeruput sprite dinginku.

"Anita sayang, kau pasti tahu betapa penasarannya kami terhadap tubuh wanita berjilbab sepertimu. Well, sebenernya kami sudah lihat tubuhmu itu di video, tapi kalau secara langsung kan belum. Jadi coba kamu berdiri,dan angkat dastermu itu sayang," perintah Misno genit. Kemudian seperti robot yang diperintah, Anita berdiri perlahan dan memegang ujung bawah dasternya. Kemudian mengangkatnya pelan-pelan ke atas hingga mulai tampak betisnya yang putih mulus, lututnya, pahanya yang bulat hingga celana dalamnya yang berwarna krem.
"Stop dulu Nita di situ," kata Misno. Misno bangun mendekati Nita, mengelus betis Nita perlahan, kemudian meremas pahanya sambil mencubit kecil hingga kemerahan.
"Geng, lu diem aja, ga ikutan?" hardik Misno kepadaku.
"Oh iye, sori. Tersepona gue liat tuh paha," kataku.

Aku berdiri juga mendekati Anita namun dari belakang. Ku elus-elus paha belakangnya sambil kukecup. Ah kapan lagi ngerjain cewek berkerudung kayak gini. Mana cantik, mulus pula. Tampaknya aku dan Misno sepaham, sehingga kami mulai menurunkan celana dalam Anita hingga lepas dari kakinya. Maka pantatnya yang bulat montok itu tepat berada di hadapanku. Dengan kedua tanganku langsung kuremas-remas kedua bongkahan itu hingga memerah juga. Sementara Misno menyelipkan tangannya di antara kedua paha Anita sehingga kedua kaki Anita agak melebar. Kemudian tangan kanannya meraba-raba belahan selangkangan Anita, sambil sesekali berusaha menyusupkan jari tengahnya ke dalam belahan itu, sementara tangan kirinya mengelus rambut kemaluan Anita yang dicukur rapi.
Bosan meremas bongkahan bokongnya, kubuka belahan pantatnya dengan kedua tangan sehingga lubang anusnya yang tertutup rapat dan agak berkerut itu tampak. Dengan jempol kiriku kutekan-tekan lubang itu merasakan teksturnya. Oh ternyata begini lubang bo'ol cewe berkerudung. Mantap.

Makin lama diriku makin terangsang, terbukti dengan celana yang terasa makin sempit. Sesuai dengan kode dari Misno, kami berdiri dan mengangkat daster Anita makin atas hingga tampak BHnya. Aku yang dibelakang langsung membuka kaitan BH itu, dan melepaskannya. Aku langsung pindah ke depan bersama Misno menikmati pemandangan pegunungan di sana. Teteknya tidak besar seperti artis-artis porno di internet, tapi bulat indah dengan puting coklat. Indonesia banget. Aku meremas dada kirinya sementara Misno yang kanan. Putingnya kami mainkan dengan jempol kami. Sementara Anita berdiri menahan geli sambil tangannya menahan ujung daster di atas payudaranya supaya tidak jatuh.

"No, langsung aja yu, udah ngaceng nih," kataku setelah puas memainkan puting Anita.
"Eh buset, dari tadi diem-diem, eh ngajak nancep duluan. Ayo lah," jawabnya sambil tertawa.
"Ok Anita, dastermu di lepas saja, tapi kerudungnya jangan ya, biar lebih eksotis," kata Misno sambil menuju ranjang Anita. Anita melepas dasternya, kemudian mengikuti kami ke ranjang. Di situ Misno duduk di tepi ranjang, membuka celananya hingga setengan telanjang dan menyuruh Anita mengulum penisnya. Tak banyak bicara, Anita langsung melakukannya sambil menungging. Aku mengambil posisi di belakang Anita, melebarkan kakinya dan mulai mengelusi memek dan anusnya. Kadang tanganku ke pahanya, ke pinggangnya, perutnya atau bokongnya, menikmati tiap inci kemulusan tubuh Anita, hanya saja tidak bisa meremas toketnya karena sudah dikuasai Misno.

Kemudian Misno menyuruh Anita untuk terlentang di tepi kasur dengan kaki menjuntai ke lantai. Anita menurut saja tanpa perlawanan. Lalu Misno mengangkat kedua kaki Anita dan melebarkannya hingga Anita mengangkang. Lidah Misno langsung menuju selangkangan Anita, berusaha membuka belahan vagina itu hingga basah. Lidahnya menyapu ke atas hingga klitorisnya, kemudian ke bawah hingga lubang vaginanya, kadang berhenti di tengah di lubang kencingnya. Pokoknya semua area vagina itu tak lupus dari sapuan lidah Misno. Aku mengambil posisi di atas kasur, kuarahkan penisku ke mulut Anita. Anita mengerti dan langsung mengoral penisku dengan bantuan tangannya. Rangsangan lidah Misno di memek Anita membuat mulutnya kadang-kadang merintih dan menjerit kecil. Roman mukanya pun mulai berubah yang tadinya tampak sayu dan alim, kini mulai nyengir-nyengir menahan nikmat.

Misno tak membuang waktu banyak. Setelah memek Anita cukup basah, dia tarik lidahnya kemudian dia sodorkan penisnya ke vagina itu. Karena sudah basah, penisnya tak kesulitan menerobos lobang memek Anita. Anita agak terkejut dan menjerit agak keras ketika Misno mulai menyodoknya, namun setelah itu kembali meneruskan kulumannya di penisku. Ranjang itu menjadi bergoyang-goyang karena sodokan Misno yang makin keras. Kuluman Anita juga makin hot hingga aku kahawatir bakalan ngecrot sebelum sempat menikmati memek Anita.

"No, gantian dong. Aku udah gak tahan nih," pintaku ke Misno.
"Yo wes, gantian," jawabnya sambil melepaskan penisnya dari cengkeraman memek Anita.
"Anita, kamu di atas ya, aku di bawah," ujarku ke Anita agar berganti posisi. Anita hanya mengangguk lemah sambil bangun. Akupun terlentang dan dia menaikiku. Tangan kanannya menggenggam penisku, lalu tanpa kusuruh langsung dia arahakan ke memeknya. Mungkin dia juga sudah horny, atau mungkin ingin semua ini cepat berakhir. Dia paskan rudalku tepat dilubangnya, begitu sudah pas lalu ia turunkan pantatnya sehingga, jleb, penisku masuk sempurna ke memeknya. Tanpa dikomando dia langsung menaikturunkan badannya, tangannya menggenggam dadaku sementara tanganku meremas dadanya. Kembali ranjang itu bergoyang akibat lonjakan nafsu kami. Anita tampak sangat menikmatinya, terlihat dari wajahnya yang makin kuat menahan rasa di memeknya. Kadang Anita sedikit memutar goyangannya, mencari kenikmatan lebih dari penisku. Itu juga berarti dia sudah mahir WOT.

Misno pun tak mau ketinggalan. Tiba-tiba dia mendorong tubuh Anita sehingga tengkurap di atas dadaku, kemudian meludahi pantat Anita tepat di anusnya.
"No, jangan di situ No, aku belum pernah..." iba Anita pada Misno. Tapi Misno tak ambil pusing. Makin dilumurinya anus Anita hingga licin dan penisnya sendiri, kemudian mulai diaraahkan penisnya ke anus itu. Sulit memang. Tiap Misno menyodok, tubuh Anita terdorong ke depan dan mulutnya mengaduh, aku pun agak sesak karena kedua teteknya tepat di mukaku. Tapi Misno pantang menyerah. Terus dia buka lubang itu hingga penisnya bisa masuk secara utuh. Kemudian mulai menggoyangnya.

Anita mulai bisa menerima kehadiran penis Misno di anusnya. Kini kami bertiga saling beergoyang. Misno mendorong. Anita tiap terdorong sekaligus menekan memeknya pada penisku. Tanganku memeluk punggung Anita supaya dadanya yang empuk bisa bergesekan terus dengan mukaku sementara Misno meremas-remas bokong Anita.

Goyangan dan gesekan pada memek Anita tampaknya mulai memberikan hasil. Rangsangan demi rangsangan di memek, tetek dan bo'olnya membuat Anita mendekati orgasme. Goyangan Anita sendiri makin keras mendekati orgasme itu, sambil mulutnya tak henti mendesah.
"Ah.. Ah... trus.... hmmmm..." tak henti mulut Anita bersuara. Makin lama suaranya makin keras dan goyangannya makin cepat. Seperti mesin yang kompak, tubuhku dan Misno pun ikut mempercepat goyangan menyesuaikan gerakan Anita. Walau kami para lelaki yang berkuasa terhadap tubuh Anita, tapi ibarat sebuas orkestra, sebenarnya tubuh Anitalah conductornya.

Makin lama gerakannya makin kuat, dan, "Hmmmmfff...." Anita berusaha menahan jeritan orgasmenya sebisa mungkin supaya tidak terdengar keluar. Ketika orgasme gerakan Anita makin menggila, berputar, sehingga penisku dan Misno kewalahan mengimbanginya. Akibat goyangan yang makin erotis itu, ditambah suara Anita yang terdengar 'merdu', aku pun tak tahan. Kulepaskan semua beban di ujung kepala penisku sehingga maniku muncrat di dalam dekapan vagina Anita. Misno pun tak beda, penisnya seperti diperas sehingga bucat di dalam Anus Anita.

Setelah itu, Misno lalu ambruk di ranjang di sisi kami. Anita pun berguling ke sisiku yang lain sambil meringkuk. Karena penasaran, aku bangun dengan sekuat tenaga karena masih lemas, lalu kuamati anus Anita yang lubangnya jauh lebih besar daripada yang kulihat tadi. Tampak bulat menganga dengan cairan putih bening keluar meleleh dari dalamnya.

"Wah gila lu No, bo'ol anak orang disodok-sodok sampai mangap gitu," kataku sambil merebahkan diri lagi. Misno tak berkata-kata, hanya tersenyum saja.
Setelah lima menit kami mengumpulkan tenaga, Misno bangkit dan menghampiri Anita.
"Say, mandi bareng yuk..." ajaknya. Anita pun bangkit dan menuju kamar mandi.
"Geng, ayo mandi, ngelamun aja," ajak Misno kepadaku. Aku pun ikut bangkit ke kamar mandi.

Di kamar mandi itu ada bak mandi dan shower. Anita yang sudah melepas kerudungnya masuk duluan, dengan cueknya langsung jongkok di atas WC, lalu memeknya mengeluarkan cairan emas dengan suara mendesis. Sssshhhh.... Aku dan Misno yang belum pernah melihat langsung wanita pipis secara langsung di depan mata sendiri menikmati betul pemandangan itu. Kemudian cairan kencing itu mulai berkurang hingga menetes, dan Anita menyiuk air dengan gayung dan membasuhnya. Shower pun dikocorkan, membasahi tubuh-tubuh kami bertiga. Anita menyabuni tubuhku dan Misno, sementara kami berdua menyabuni tubuh Anita. Setelah merasa bersih, kami saling mengeringkan dan keluar berpakaian. Tidak ada sesi persetubuhan di kamar mandi karena saking lemasnya.

"Anita, makasih banyak atas pelayanannya ya. Ini kau lihat, file video di hapeku kuhapus. Aku janji, rahasiamu aman," kata Misno sambil memperlihatkan dia menghapus file di smartphonenya.
"Iya Nit, aku juga berterima kasih boleh ngecrot di dalam memekmu. Ga pernah kebayang sebelumnya Nit, makasih ya," aku ikut-ikutan berterima kasih.
"Iya Nit, jangan sayu gitu dong. Kita kan senang sama senang, malah kamu duluan yang orgasme. Masa ga senyum-senyum sekalipun Nit," pancing Misno yang melihat wajah Anita yang masih sayu.
"Iya, aku menikmatinya karena terpaksa. Memang aku belum pernah dithreesome seperti itu. Anusku perih. Cuma sayang, titit kalian gak sebesar punya Pak Agus..."

Mengerjai Pak Agus

Dua hari kemudian

Sebuah sore yang cerah, di kantin kampus. Aku dan Misno menikmati segelas es kelapa sambil membayangkan kenikmatan dua hari yang lalu, saat kami mengeksekusi Anita dari depan dan belakang.
"Bener-bener gila lu No, kok bisa-bisanya kepikir nyodomi cewe berkerudung. Gimana kalo ada tainya di situ?" tanyaku sambil ketawa-ketawa.
"Wah waktu itu gak kepikir Geng. Pokoknya udah keburu nafsu aja gue ngeliat bokongnya yang bulet itu, terus bo'olnya nyempil di tengah," jawab Misno sambil tertawa juga.
"Gue kira waktu itu lu ngajak kemana. Nggak taunya ngajakin mesum. Mesum kok ngajak-ngajak orang No..." kataku.
"Bukan gitu Geng, lu udah gua anggap teman terbaik gua. Jadi kalo gua ada rejeki, lu pasti gue bagi Geng," katanya ngasal, tapi penuh arti.
"Iya yah, tadi gue kuliah bareng Anita, selama jam kuliah gue ngaceng No ngeliatin dia. Ga fokus sama pelajaran. Yang kebayang cuma mukanya aja pas dia lagi orgasme," kataku lagi.
"Wah Geng, lu udah ngaceng lagi? Nanti malem ikut deh. Gue ada proyek lagi. Okeh..."tukasnya.
"Buset, proyek apa lagi? proyek mesum lagi kan? siapa lagi No korbannya. Jangan Anita lagi lah, kasian dia..." jawabku.
"Yee, siapa yang mau ngerjain Anita lagi. Pokoknya beda. Lu ikut aja deh..." jawabnya.

Dan benar, malamnya Misno datang menjemput. Tapi kali ini tidak dengan motor bebeknya, melainkan dengan mobil kijang hitam. Dan dia tidak sendiri. Begitu aku naik ke mobil, ternyata ada empat orang lain di situ, semuanya berpakaian hitam-hitam, badannya kekar-kekar, kecuali satu orang yang tampak sudah tua, sudah 50 tahunan.
"No, kok bawa preman sih? serem amat," tanyaku pada Misno singkat.
"Lu tenang aja dah, ikut aja," jawabnya tak menenangkan.

Mobil ini ternyata menuju rumah Pak Agus. Gila, ide apa lagi nih Misno. Tadinya kukira ngerjain Anita di kosannya adalah ide Misno paling gila, tapi ngerjain Pak Agus di rumahnya. Gak tau deh. Sebelum turun seorang yang berpakaian hitam itu memberikan pengarahan.
"Oke, semua kita jalankan sesuai rencana. Kamu Sugeng, kamu ikut aja, gak usah ikut ngomong. Pokoknya manggut-manggut aja. Ngerti kamu?" tanyanya agak galak.
"Me...mengerti Pak," jawabku gugup.

Kami berenam berjalan ke pintu depan dan mengetuk pintu. Tak lama pintu dibuka dan Pak Agus yang muncul.
"Loh, ada apa ini? loh Misno, Sugeng, ada ini rame-rame?" tanya Pak Agus gelagapan.
"Selamat malam. Kami ada perlu menemui Bapak. Bisa kita bicara di dalam Pak?" jawab seorang yang tampaknya pemimpinnya yang bernama Pak Joyo.
"Oh silakan masuk, silakan," kata Pak Agus mempersilakan kami. Kami pun masuk di ruang tamu yang cukup luas dan mewah. Memang dosen ini termasuk orang berada, banyak proyek. Tak lama Pak Agus keluar menemani kami, sementara istri Pak Agus, yang kutahu namanya Bu Sarah, membawakan minum untuk kami. Orangnya luar biasa cantiknya, hidung mancung, kulit putih. Dia menggenakan setelan training biru dan berkerudung pink.
"Silakan diminum Bapak-bapak," kata Bu Sarah, kemudian masuk lagi ke ruangan tengah.
"Jadi begini Pak Agus, saya mewakili Pak Broto, ayah dari Anita, salah satu mahasiswi Bapak. Kami mendapat laporan kalau Bapak berbuat tidak senonoh terhadap Anita. Benar begitu?" kata Pak Joyo.
"Apa? Ah tidak, saya tidak melakukan apa-apa dengan Anita. Memangnya laporan dari mana?" kilah Pak Agus.
"Ada sumber yang tidak bisa kami sebutkan. Tapi setelah kami teliti, sepertinya memang begitu. Lalu kami mintai keterangan dari adik-adik mahasiswa ini, Misno dan Sugeng mengenai tempat tinggal Bapak. Jadi mereka mengantar kami ke sini," ujar Pak Joyo lagi.
"Tapi kalau saya berbuat tidak senonoh dengan Anita, mana buktinya? Apa ada bukti?" jawab Pak Agus berusaha tenang.
"Dan, coba keluarkan buktinya," suruh Pak Joyo ke anak buahnya yang bernama Pak Bondan. Pak Bondan mengeluarkan tablet Galaxy Tab, menyalakannya dan membuka sebuah file video. Kemudian diperlihatkan kepada Pak Agus. Maka apa yang terjadi pada Anita kini terjadi pada Pak Agus. Dia terhenyak menyaksikan dirinya di video itu sedang memacu nafsu bersama Anita, telanjang, namun dia berusaha untuk tetap tenang.

"Pak Agus, pokoknya saya tidak terima perlakuan Bapak terhadap anak saya. Bapak harus bertanggung jawab!!" sergah Pak Broto yang tampangnya paling tua ke Pak Agus. Pak Agus makin gelagapan.
"Tenang dulu Pak Broto, saya harap semua bisa dibicarakan baik-baik. Ya saya akui saya bersalah, tapi tolong mengerti. Ini kami lakukan suka sama suka. Mohon pengertiannya Pak," jawab Pak Agus melas.
"Tidak mau tahu, Bapak sudah menodai anak saya. Bapak sudah berkeluarga tapi bisa-bisanya berbuat seperti itu. Saya tidak terima!" ujar Pak Broto lagi.
"Wah tenang dulu Pak, tenang... Saya benar-benar minta maaf dengan kejadian ini Pak. Saya bersedia bertanggung jawab Pak, apapun yang Bapak inginkan, bisa kita bicarakan Pak," jawab Pak Agus dengan sikap yang masih tenang, seolah dia masih bisa mengendalikan situasi. Pak Broto nampak terengah-engah menahan marah sambil melotot, tapi belum bereaksi atas jawaban Pak Agus karena masih menunggu situasi berlanjut.
"Pak Broto, saya akui saya khilaf. Tapi saya dan Anita melakukan ini benar-benar karena suka sama suka. Jadi mungkin Bapak bisa pikirkan bagaimana caranya saya mempertanggungjawabkan hal ini. Kalau diminta menikahi Anita, saya pun bersedia Pak. Tapi kalau bisa pernikahan ini dilakukan secara sederhana saja Pak, jangan sampai tersebar ke orang lain, apalagi kalau istri saya tahu," lanjut Pak Agus.
"Enak saja, saya tidak sudi anak perempuan saya dinikahi orang seperti kamu Agus," jawab Pak Broto makin emosi.
"Lalu bagaimana Pak? apa yang bisa saya lakukan? Tolonglah kita berdamai saja, asal hal ini jangan sampai tersebar ke masyarakat luas Pak, apalagi di kampus. Tolong ya Pak Broto," jawab Pak Agus mulai memelas. Pak Broto mulai tenang setelah melihat tampaknya Pak Agus mulai masuk perangkapnya.
"Heh Agus, kamu telah menodai keluarga saya. Maka sebagai gantinya, saya juga harus menodai keluarga Bapak. Mata dibayar mata, tangan dibayar tangan, memek pun dibayar memek. Mengerti kamu Agus?" tekan Pak Broto.
"Ma...maksud Bapak bagaima...mana?" Pak Agus kini makin gelagapan.
"Ya sederhana saja, karena kamu telah menyetubuhi anak perempuanku, kini aku pun harus menyetubuhi anak perempuanmu. Mengerti kamu Gus?" bentak Pak Broto.

Pak Agus terhenyak tak percaya dengan jawaban Pak Broto. Dia berusaha tetap menenangkan diri, tapi tak bisa.
"P...Pak, tolonglah Pak, jangan anak saya. Kasihan dia. Tolonglah Pak akan saya lakukan hal lain tapi jangan anak saya. Bapak minta uang berapa pun akan saya usahakan Pak. Tapi tolong jangan anak saya Pak..." Pak Agus memelas.
"Memangnya kamu nyolong duit saya. Kamu tuh nyolong anak perempuan saya, enak saja diganti duit. Mana bisa?? Baiklah kalau kamu tidak mau, terpaksa skandal ini akan saya sebarkan. Biar tamat karir kamu Gus," jawab Pak Broto yakin. Pak Agus bagaimanapun adalah orang cerdas yang dewasa, dia masih tetap berusaha berpikir rasional menghadapi hal ini. Dia menyadari bahwa kini dia telah menjadi korban pemerasan. Tapi egonya tetap timbul, dia tidak ingin karirnya hancur begitu saja gara-gara seorang mahasiswinya. Kini dia mulai kehabisan akal.
"Tapi Pak Broto, anak perempuan saya sedang sekolah di luar kota, di kota S, tidak bisa seperti ini Pak. Tolonglah beri saya alternatif..." jawabnya agak lega karena anak perempuan satu-satunya memang sekolah di kota S, tidak tinggal bersama dirinya.
Pak Joyo yang dari tadi diam saja kini angkat bicara, "Pak Agus, begini saja. Karena anak perempuan Bapak tidak ada, lebih baik istri Bapak saja yang menggantikannya. Kan dia juga sama-sama keluarga Pak Agus. Gimana Pak Broto?"
Pak Broto menghela napas panjang seolah-olah berpikir keras, padahal ini semua sudah direncanakan oleh mereka semua. Pak Agus terdiam. Dia ingin menolak, tapi dia malah berpikir ini merupakan jalan keluar yang fair. Keinginan mereka untuk membalas dendam tampaknya sudah bulat dan tidak bisa dihindari. Daripada anakku yang masih gadis jadi korban, lebih baik istriku saja yang sudah lama "kupakai". Toh aku juga sudah "memakai" anak perempuannya.

"Joyo, saya pikir idemu boleh juga. Heh Agus, begitu saja. Kau serahkan istrimu itu kepadaku, maka urusan kita selesai. Mau tidak?" paksa Pak Broto.
"Tapi pak, bagaimana ya, kasihan istri saya," jawab Pak Agus masih berusaha menahan.
"Terserah kamu, kau berikan tubuh istrimu sekarang, atau kami pulang dan besok videomu ini sudah beredar di internet!" ancam Pak Broto.
Pak Agus kembali termenung. Hening agak lama. Namun kemudian, "Baiklah Pak, tapi tolong jangan siksa dia..." jawab Pak Agus pelan.
Suasana agak mencair. Pak Broto dan anak buahnya tampak sumringah, sementara aku dan Misno masih terpaku menerka-nerka akan seperti apa kejadian malam ini akan berakhir.

"Ayo, kita masuk ke dalam. Kamu jangan macam-macam Gus. Kami tidak akan menyiksa istrimu, justru kami akan memberikan kenikmatan kepadanya. Kamu Misno dan Sugeng, kamu ikut juga sebagai saksi" ajak Pak Broto.
Kami semua bangun dari sofa dan menuju ruang tengah. Di ruang tengah tidak ada siapa-siapa, hanya tivi yang menyala tanpa ada yang menonton. Tampaknya Bu Sarah ada di kamar tidurnya. Maka kami bertujuh pun menuju kamar tersebut. Pak Agus dengan langkah gontai ragu-ragu, sementara kami berenam dengan langkah semangat. Pak Agus membuka pintu kamarnya, dan tampaklah istrinya sedang membaca novel di meja kerja mereka, masih dengan kerudung pink dan training biru.

Melihat kami semua memasuki kamarnya, Bu Sarah terkejut.
"Loh Mas, ada apa ini pada ke sini?" sambil bangkit dari kursinya tanpa melepaskan buku novel yang sedang ia baca. Pak Agus hanya terdiam, namun Joyo mulai memberi aba-aba.
"Ayo mulai sekarang," perintah Joyo.
Maka tanpa dikomando, Bondan dan satu laki-laki lagi bernama Bambang memiting tangan Pak Agus sambil mengeluarkan lakban dan membungkam mulut Pak Agus. Tampaknya ini untuk berjaga-jaga kalau-kalau Pak Agus berubah pikiran. Sementara Pak Joyo dan Pak Broto menghampiri, Bu Sarah. Keduanya langsung menahan tangan Bu Sarah sementara tangan Pak Joyo yang kekar membungkam mulut Bu Sarah. Bondan melemparkan lakban ke Misno dan menyuruhnya untuk memasangnya di mulut Bu Sarah. Misno hanya mengikuti perintahnya.

Tubuh Bu Sarah memang tidak langsing lagi, tapi montok, bahenol. Tubuhnya kini diangkat dan diletakkan di kasur, sementara Pak Agus didudukkan di kursi oleh Bondan dan Bambang. Aku dan Misno hanya menyaksikan dari dekat pintu. Entah dengan Misno, tapi melihat ketidakberdayaan tubuh Bu Sarah menggeliat-geliat berusaha melepaskan diri membuat penisku mulai ngaceng. Kini aku baru sadar. Ini pasti ide Misno, ide yang cemerlang. Setelah mengerjai Anita, kini istri Pak Agus yang jadi korbannya. Luar biasa mesumnya Misno ini.

Bu Sarah bukanlah lawan sepadan untuk Pak Joyo. Pak Joyo menekan tubuh Bu Sarah ke kasur dengan kedua tangannya, sementara Pak Broto bergerak cepat melepas celana training biru Bu Sarah. Srett, cukup cekatan Pak Broto. Walaupun kaki Bu Sarah menendang-nendang, tapi dengan sedikit usaha akhirnya lolos juga celana itu. Justru kini pemandangan yang kami lihat makin indah. Kaki Bu Sarah yang putih mulus jenjang menendang-nendang ke sana kemari, kadang mengangkang mencari sasaran hingga selangkangannya yang tertutupi celana dalam pink tampak terbuka. Usaha Pak Broto belum berhenti, kini sekuat tenaga dia menarik celana dalam itu hingga terlepas dari kedua kaki Bu Sarah. Uniknya setelah celana dalamnya terlepas, kedua kaki Bu Sarah masih menendang-nendang berharap mengenai Pak Broto.

"Misno, Sugeng, jangan diam saja kalian. Sini bantu aku, pegang kakinya!" perintah Pak Broto kepada kami berdua. Kami pun mendekati tubuh Bu Sarah yang setengah telanjang itu. Aku memegang kaki kanannya, sementara Misno memegang kaki kirinya. Kedua kaki itu kami kangkangkan selebar-lebarnya sehingga memek Bu Sarah yang masih tertutup kini tampak di mata kami. Memek itu agak coklat kemerahan, dengan rambut agak lebat di atasnya, lebih lebat daripada punya Anita.

Melihat peluang itu, maka Pak Broto pun langsung beraksi. Mulutnya dia daratkan di memek Bu Sarah, lidahnya mengorek berusaha membuka belahan kenikmatan itu, sementara kedua jempolnya ikut menarik labia mayoranya sehingga lubang kencing dan lubang senggama Bu Sarah makin terekspos. Lidahnya naik turun, di atas berputar-putar di klitorisnya, kemudian ke tengah menjilat lubang kencingnya, dan makin ke bawah merojok lubang senggamanya. Inilah titik kelemahan Bu Sarah yang kini makin tak berdaya karena dirundung birahi. Pak Broto terus menjilat memek itu hingga becek, karena ludah Pak Broto bercampur dengan cairan vagina Bu Sarah yang agak asin.

Stelah melihat memek Bu Sarah cukup basah, maka Pak Broto menghentikan jilatannya. Dia menurunkan celananya, hingga penisnya yang sudah tegang mencuat. Tanpa basa-basi lagi dia arahkan kepala kontolnya ke lubang yang becek itu, kemudian dengan dorongan yang perlahan penuh penghayatan, mulailah penis itu mengisi ruang kosong vagina Bu Sarah. Pak Joyo mengambil inisiatif dengan menarik kaos training Bu Sarah ke leher dan menurunkan cup BHnya sehingga kedua tetek Bu Sarah yang membulat dengan puting coklat kini juga terpampang di hadapan kami semua, sementara kerudung pinknya tidak dilepas oleh Pak Joyo sehingga pemandangan ini makin eksotis. Pak Broto meneruskan genjotannya di memek Bu Sarah sementara kedua tangannya kini meremas-remas nenen Bu Sarah sambil sesekali memilin putingnya yang mulai mengeras. Bagaimanapun, genjotan ini benar-benar membuat Bu Sarah birahi tinggi.

Menerima rangsangan di kedua payudaranya dan memeknya yang penuh diisi penis Pak Broto membuat dia akan orgasme, dan sudah kebiasaan Bu Sarah dan wanita lainnya kalau mendekati orgasme, goyangan pinggulnya makin liar. Terus bergoyang pinggul itu berputar, kemudian pantatnya terangkat dan "hmmmm...." mulutnya menggeram menahan orgasmenya karena tertutup lakban. Pak Broto pun kewalahan mengikuti putaran dan perasan memek Bu Sarah di tititnya, sehingga tak lamapun pejunya muncrat di dalam memek Bu Sarah, mulutnya mengatup sementara tangannya menggenggam kedua nenen Bu Sarah kuat-kuat. Tampak si pemerkosan dan korban menikmati puncak perk*****an itu bersama-sama.

Pak Broto tak lama-lama menikmati orgasme itu. Setelah kesadarannya pulih, dia berganti posisi dengan Pak Joyo. Pak Broto kini menahan tubuh Bu Sarah ke kasur, sementara Pak Joyo melepas celananya, dan memasukkan penisnya yang juga sudah bangung ke memek Bu Broto yang makin becek itu karena berbagai cairan telah tumpah di dalamnya. Aku dan Misno masih setia memegang kedua kaki Bu Sarah. Genjotan Pak Joyo tak lama karena dia sudah sangat terangsang dengan pemandangan tadi. Tak sampai empat menit muntahlah pejunya di dalam memek Bu Sarah.

Kini posisi mereka berganti. Pak Joyo dan Pak Broto mengenakan celana mereka dan menuju Pak Agus untuk menjaganya, sementara Bondan dan Bambang mendekati Bu Sarah untuk menggilirnya. Ada raut muka protes di Pak Agus karena dia tidak mengira istrinya akan digilir seperti itu, dia mengira hanya Pak Brotolah yang akan menyetubuhi istrinya, tapi nyatanya semua laki-laki berpakaian hitam-hitam itu akan menikmati manisnya tubuh istrinya.

Kini giliran Bondan yang menyodokkan titinya yang besar itu ke memek Bu Sarah, sementara Bambang melepas kaos training dan BH Bu Sarah sehingga tubuhnya telanjang, hanya kerudung pink yang disisakan di tubuhnya. Walaupun memek Bu Sarah sudah sangat licin, namun karena diameternya tidak terlalu besar, maka titit Bondan cukup mendapat perasan yang kuat. Walaupun Bambang, aku dan Misno memegang tubuh Bu Sarah, sebenarnya kami tidak perlu terlalu kuat memegangnya karena Bu Sarah sendiri sudah pasrah dan lemas, terutama karena orgasmenya tadi yang memeras tenaga. Bondan agak lama menyodok memek itu, namun ketika akan bucat buru-buru dia melepas penisnya dan langsung mengarahkan ke muka Bu sarah. Maka muntahan mani itu pun berlumuran di pipi dan kening Bu Sarah. Bondan betul-betul puas bisa menyemprotkan pejunya di wajah wanita cantik itu.

Setelah tenaganya terkumpul kembali, Bondan memakai celananya untuk bergantian dengan Bambang. Tapi Bambang ingin variasi. "Dibalik dong," ujar Bambang ke Bondan, aku dan Misno. Kami mengerti, lalu membalik tubuh Bu Sarah yang sudah tidak berdaya sehingga tengkurap. Bambang mulai mengelus tititnya yang sudah ngaceng sambil meludahi lubang pantat Bu Sarah. Ini benar-benar pengalaman pertama Bu Sarah disetubuhi pria yang bukan suaminya, dan akan diperawani lubang pantatnya. Batin Bu Sarah menolak, namun tubuhnya sudah tak berdaya. Setelah melihat lubang pantat Bu Sarah cukup licin, maka Bambang mulai menyodokkan tititnya membuka saluran di lubang pantat itu. Karena masih perawan, tentu sangat susah buat Bambang, tapi dia terus berusaha hingga kepala penisnya mulai tenggelam di lubang itu. Setiap Bambang menyodok, tubuh Bu Sarah menegang, terasa dari hentakan kaki kirinya yang masih setia kupegangi. Akhirnya Bambang bisa mulai leluasa memasukkeluarkan titinya di lubang pantat Bu Sarah sambil tangannya meremas-remas bongkahan pantat Bu Sarah yang montok itu. Oh ya, di sekitar lubang pantat Bu Sarah juga ada rambut-rambut tipisnya. Sangat erotis. Tak lama sodokan Bambang berlangsung karena peretnya lubang itu hingga akhirnya maninya muncrat di dalam pantat Bu Sarah.

"Geng, No, sekarang giliran kalian," kata Bondan kepada kami.
"Sip mas. Tapi aku gak mau posisi begini ah," jawab Misno. Misno lalu melucuti celananya dan muncullah penisnya yang sudah ngaceng tak tertahan. Dia lalu berbaring di kasur itu sambil menyuruh Bu Sarah naik ke tubuhnya. Bu Sarah sudah benar-benar lemas. Dengan sekali tarik saja oleh Bondan, maka tubuh Bu Sarah yang mengkilat oleh keringat itu sudah di atas tubuh Misno. Dibukanya kaki Bu Sarah oleh Bambang, lalu diarahkan memek Bu Sarah ke atas titit Misno. Jleb... saking licinnya memek itu, maka dengan mudah dimasuki oleh penis Misno. Tanpa diduga, Misno melepas lakban di mulut Bu Sarah dan mencium mulutnya seganas-ganasnya sambil mengguncang-guncang tubuhnya sendiri supaya terasa ada gesekan di penisnya oleh vagina Bu Sarah.

"Bu Sarah, ayo bergerak naik turun, peres titiku!" perintah Misno. Namun Bu Sarah malah diam saja. Tak terima dengan hal itu, Misno menampar pipi Bu Sarah hingga kemerahan dan menyuruhnya lagi untuk bergerak naik turun. Perlahan Bu Sarah pun dengan sisa tenaganya mulai menaikturunkan tubuhnya. Sementara Misno sesekali mencium mulutnya dan meremas kedua teteknya. Yang tampak kini adalah seperti sepasang kekasih yang bersetubuh tanpa ada paksaan. Bu Sarah terus menggerakkan tubuhnya, sementara Misno kini mulai keenakan dengan belaian memek Bu Sarah di tititnya. Benar-benar Misno pakar permesuman.

Melihat hal itu, aku tidak mau ketinggalan. Kubuka celanaku, lalu aku menghadapi bongkahan pantat Bu Sarah yang memunggungiku. Tampaknya inilah saat pertama kali aku menyodomi anus seorang wanita cantik, dan dia adalah istri dosenku sendiri. Kuarahkan kepala kontolku ke lubang anus itu yang sudah menganga bekas sodokan Bambang, dan blessh... Ah ternyata lubang ini tak kalah nikmat. Aku mulai mendorong-dorong sambil tanganku kadang di bongkahan pantat Bu Sarah, kadang bermain ke depan meremas tetek Bu Sarah bergantian dengan Misno. Inilah sandwich yang sangat nikmat.

Tubuh kami bertiga bergoyang-goyang seirama. Bu Sarah tampak mulai bisa menikmati persetubuhan ini lagi, sebab semua bagian tubuhnya yang sensitif mendapat perlakuan kenikmatan dari aku dan Misno. Terkadang mulut Bu Sarah mendesah, menahan kenikmatan itu. Makin lama goyanganku dan Misno makin cepat, hingga akhirnya Misno mencapai orgasmenya, diikuti olehku beberapa detik kemudian. Pejuku tumpah semua di lubang anus Bu Sarah. Bu Sarah hanya pasrah dan terkulai lemas.

Aku dan Misno berusaha memulihkan diri setelah orgasme hebat itu. Lalu kami berpakaian dan bergabung dengan tim baju hitam-hitam yang tampak sudah menunggu. Bu Sarah hanya terkulai terlentang lemas di kasurnya. Air mata tampak mengalir di pipinya. Dia menangis kecil sesenggukan, membuat payudaranya yang belum tertutupi apa-apa itu berguncang-guncang indah.

"Nah Gus, saya sudah puas. Saya anggap masalah ini impas dan sudah selesai. Saya ndak akan sebarkan videomu, tapi jangan macam-macam lagi sama Anita. Mengerti kamu?" bentak Pak Broto ke Pak Agus. Pak Agus hanya mengangguk lemah. Kami pun bergegas keluar rumah dan masuk ke mobil. Kijang hitam itu melaju cepat menuju rumahku. Di tengah jalan saking penasarannya aku bertanya ke Pak Broto, "Pak, Bapak benar-benar bapaknya Anita ya?" tanyaku. Pak Broto memandangku dengan tajam, kemudian malah tertawa terbahak-bahak, semua laki-laki yang berbaju hitam itu tertawa lebar, hanya aku yang melongo heran, dan Misno yang tersenyum penuh arti. Hoalah, aku ngerti. Dasar Misno sableng memang...

Pembalasan Pak Agus

Minggu sore yang mendung, tampaknya akan turun hujan. Aku berada di ruang tamu rumah pamanku, berbaring di sofa yang empuk. Paman dan bibiku sedang ke kota M, tinggal aku dan Indy sepupuku yang ada di rumah. Pikiranku menerawang pada tubuh bugil putih mulus Bu Sarah yang berhasil kami kerjai. Masih segar terbayang olehku bagaimana bentuk kedua bongkahan pantatnya yang kuremas-remas, kenyal payudaranya, mulus punggungnya, peret lubang pantatnya, dan merdu desahannya. Kalau saja Misno tidak nekat mengajak orang-orang berbaju hitam itu, Pak Broto yang berpura-pura menjadi ayah Anita, mungkin aku tidak akan merasakan nikmatnya bergulat dengan tubuh sintal Bu Sarah. Kemudian pikiranku beralih ke Anita, gadis manis yang lebih dulu kami kerjai. Sial, berani-beraninya dia bilang tititku lebih kecil dari titit Pak Agus. Tapi ga apalah, toh tubuhnya yang sehari-hari di kampus berbalut jilbab panjang itu sudah berhasil kunikmati, lorong vagina yang dalam miliknya telah berhasil kujelajahi menggunakan tititku ini.

Aku mendapati diriku berada di ranjang di dalam kamar Anita. Suasana kamarnya terasa begitu akrab karena aku pernah menikmati surga dunia di sini. Aku berbaring terlentang di sisi kasur sementara Anita keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Dia mengenakan jubah panjang berwarna ungu dengan
kerudung panjang putih. Aku menoleh ke sisiku, tidak ada Misno. Wah, sepertinya Anita akan kunikmati sendirian saja.

Anita berjalan mendekat ke arahku yang masih terlentang. Kemudian dia berkata, "Mas Sugeng, aku akan lakukan apapun perintah Mas Sugeng, tapi tolong ya, jangan sebarkan videoku dengan Pak Agus ya Mas," pintanya sambil memelas.
"Oh iya, tenang saja Anita. Selama kamu mematuhi perintahku, video itu aman. Oke?" kataku.
"Iya Mas. Tapi Mas mau suruh aku apa Mas?" tanyanya.
"Ah ndak, ga nyuruh apa-apa kok. Aku ga akan nyuruh macem-macem. Eh Nita, kamu pakai celana dalam warna apa Nit?" tanyaku.
"Ih Mas Sugeng genit ih tanya-tanya celana dalam Nita. Malu dong," jawab Anita tersipu.
"Eh jangan malu dong, coba diangkat itu, Mas mau liat Nita pake celana dalam warna apa," perintahku. Anita pun mengangkat jubahnya perlahan, kutelusuri betisnya yang mulus itu, lututnya, pahanya, hingga ujung jubah itu berhenti di pinggangnya sambil memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna putih.
"Oh warna putih ya. Bagus ya celana dalamnya," ujarku memuji sekenanya.
"Ah mas bisa aja, udah ya Mas, aku malu," jawabnya.
"Eh jangan dulu, coba itu kalo dibaliknya warna apa ya? coba dibuka" perintahku lagi. Anita hanya menurut saja. Diturunkannya celana dalam putih itu melewati ujung kakinya, kemudian diangkat lagi jubahnya menampakkan rambut-rambut hitam halus di sekitar selangkangannya.
"Warna apa to Mas? hitam ya?" tanyanya sambil tersenyum menggoda.
"Ndak tahu aku itu warna apa ya. Itu yang hitam-hitam itu apa Nit?" tanyaku menggoda.
"Itu jembut Mas namanya," jawabnya singkat.
"Kalo itu yang dibawahnya jembut apa Nit? coba agak dibuka," ujarku lagi.
"Ooh, ini memek Mas. Nih coba lihat, ada belahannya kan. Itu di dalam ada lubangnya," ujarnya sambil sedikit mengangkang sambil berdiri dan telunjuknya menunjuk ke selangkangannya seolah berusaha menunjuk ke lubang yang dia maksud.
"Oh ada lubangnya ya, itu lubang apa Nit?" tanyaku lagi meneruskan permainan ini.
"Ini lubang tempat masuknya kontol Mas Sugeng. Nih lihat nih," katanya sambil maju menghampiri ranjang. Di tepi ranjang dia naikkan kaki kirinya ke atas ranjang, lalu dengan kedua jarinya dia sibakkan belahan memek itu sehingga lubang memeknya yang merah merekah menganga di depan mataku.
"Oh itu lubang memek, cantik ya. Itu kalo yang dibelakang apa Nit, coba lihat dong," kataku.
"Oh ini lubang anus Mas, ini kan udah disobek Mas Misno waktu itu. Nih lihat," jawabnya sambil membalikkan badan sambil tetap menyingkapkan jubahnya sepinggang, lalu ia nungging dan dengan kedua tangannya dia sibakkan lubang pantatnya yang agak berkerut itu. Wahaha mimpi apa aku punya budak seks nurut kayak begini.

"Eh Nit itu kalo BHmu warna apa Nit, coba lihat dong," pancingku lagi. Nita kembali berputar, namun dia bukannya menunjukkan dadanya malah mengguncang-guncang bahuku.
"Mas bangun dong, bangun," ujarnya.
"Loh kok malah disuruh bangun? Mana BHnya Nit?" tanyaku lagi.
"Mas, Mas Sugeng, banguuuun..." sayup-sayup suara wanita menyuruhku bangun. Hah, ternyata Indy yang membangunkanku. Aku tertidur di sofa ketika membayangkan Anita, pantas jadi kebawa mimpi. Mungkin Indy sempat memperhatikan celana pendekku yang menggembung karena penisku ngaceng akibat mimpi Anita.
"Eh Indy, sori ketiduran. Ada apa sih?" ujarku sambil mengucek mata.
"Itu ada tamu, gak enak kan Mas tidur di sini ada tamu. Coba dilihat dulu," jawabnya. Terdengar ketukan di pintu depan. Ternyata memang ada tamu. Aku bengkit dari sofa menuju pintu sementara Indy masuk ke dalam kamarnya. Kubuka pintu itu dan, tamu yang benar-benar tidak kuduga, Pak Agus.

"Eh Pak Agus, tumben Pak, ada apa?" tanyaku gelagapan.
"Saya ada perlu denganmu, ayo masuk," jawabnya ketus. Aku tidak bisa menahan, disamping aku baru bangun tidur jadi masih setengah sadar. Aku menuju sofa dan Pak Agus masuk, tidak sendiri, melainkan dengan empat orang laki-laki berkaus hitam, kekar-kekar. Tanpa dipersilakan, Pak Agus dan para lelaki itu duduk di sofa. Aku masih terheran-heran.
"Pak, ada apa ini?" tanyaku lagi.
"Aku mau buat perhitungan denganmu," jawabnya singkat.
"Perhitungan apa Pak?" tanyaku masih heran.
"Heh Sugeng, kamu jangan pura-pura. Aku tahu kamu dan Misno bersekongkol untuk memperkosa istriku. Aku tahu kamu pura-pura mbawa bapaknya Anita, padahal itu gadungan. Sialan kamu, berani-beraninya bikin masalah denganku," jawabnya kasar.

Ternyata setelah kejadian di rumah Pak Agus itu, Pak Agus menghubungi Anita dan menceritakan peristiwa itu. Apa yang didapat oleh Pak Agus sangat mengejutkan karena ayah Anita sebenarnya sedang dinas di luar negeri dan baru akan pulang sekitar empat bulanan lagi. Jadi tidak mungkin orang yang datang itu adalah Pak Broto yang asli, itu Pak Broto gadungan. Memang ayah Anita bernama Pak Broto, Misno yang mencari tahu hal tersebut. Namun Pak Broto yang asli belum pulang dari luar negeri. Lalu Anita menceritakan pengalaman dirinya yang dikerjai Misno dan aku, maka Pak Agus berkesimpulan bahwa Misno dan akulah otak dari serangkaian peristiwa ini.

Aku seperti mati kutu. Melihat Pak Agus membawa orang-orang macam preman seperti ini sepertinya dia akan membalas perbuatanku padanya, tapi mau apa dia. Mungkin aku akan dihajar habis-habisan oleh orang-orang bayarannya ini. Langsung terbayang olehku bagaimana puluhan bogem mentah akan bersarang di mukaku, belum tendangan-tendangan di perutku. Habis aku.

"Pak, saya ngaku salah Pak. Mohon maaf, tapi ini semua Misno yang punya rencana, aku hanya ikut-ikut," aku berusaha membela diri.
"Halah, jidatmu cuma ikut-ikut, tapi tititmu bisa-bisanya ng***** bo'ol istriku, aku saja yang suaminya belum pernah. Ga usah banyak omong kamu, saya akan balas perlakuanmu, saya akan lakukan persis seperti yang kamu lakukan. Hayo, cari sepupunya, tarik ke sini!" ujar Pak Agus.
Aku langsung panik, ternyata bukan aku yang menjadi target mereka, tetapi Indy. Dua orang preman yang disuruh langsung mencari kamar Indy. Secara refleks aku bangkit untuk menahan mereka, tapi ternyata dua orang preman lainnya cepat-cepat menahanku dan mendudukkanku kembali di sofa. Aku berusaha melawan dan melepaskan diri, dug... ah sebuah bogem mentah bersarang di perutku, aku langsung lemas.

Sementara dua orang preman tadi akhirnya berhasil menemukan kamar Indy, lalu membukanya. Ternyata kamarnya tidak dikunci. Mereka langsung masuk sementara terdengar suara Indy berbicara keras dari dalam namun tak jelas apa yang dia bicarakan. Tak lama mereka bertiga keluar, tubuh Indy dipegang kuat-kuat oleh kedua preman itu dan diseret mendekati kami di sofa.

Cuaca yang mendung dari tadi kini mulai berubah menjadi hujan, dan makin lama makin deras. Derasnya hujan ini tak sederas air mata Indy yang mulai berlinangan. Tampaknya langit menangis karena keperawanan seorang gadis yang alim akan hilang direnggut paksa iblis-iblis ini.

Tubuhku diam terpana di sofa kecil menyaksikan tubuh Indy dihempaskan di sofa panjang. Aku masih tak bisa bergerak karena kedua preman yang menahanku sangat besar tenaganya. Sementara kedua preman yang lain bekerja sangat lihai, yang satu membentangkan kedua tangan Indy, yang satu lagi membentangkan kedua kakinya. Pak Agus bangkit mendekati Indy dengan mata yang memancarkan nafsu birahi tingkat tinggi. Bagaimana tidak, dia akan menikmati sempitnya memek perawan mahasiswinya sendiri, berbeda dengan Anita yang sudah tidak perawan ketika pertama kali dia cicipi.

Tak ada romantisme dalam tindakan Pak Agus. Daster batik Indy dirobeknya sebisa-bisanya hingga koyak, meninggalkan hanya pakaian dalam di tubuh Indy. Itu pun tidak lama karena langsung ditariknya BH dan celana dalam Indy hingga meninggalkan Indy tanpa busana, kecuali kerudung coklat yang masih melekat di kepalanya. Indy masih terus berusaha meronta, namun rontaan tubuh telanjangnya hanya menambah eksotisme pemandangan bagi Pak Agus dan preman-preman itu. Mulutnya hanya bisa menggeram karena dekapan lakban.

Pak Agus melanjutkan aksinya. Diremas-remasnya tetek Indy yang agak lonjong dan tidak terlalu besar oleh kedua tangannya, sementara lidahnya mulai menjelajahi kemulusan tubuh Indy, mulai dari pipinya, turun ke lehernya, belahan dadanya, hingga perut dan pusarnya. Rontaan Indy tak melemah karena selain ingin melepaskan diri, juga ditambah kegelian akibat belaian lidah Pak Agus. Bosan di perut, lidah Pak Agus bergerak ke atas kembali membelai kedua puting Indy yang berwarna coklat kehitaman. Dijilatnya bergantian antara kiri dan kanan sambil terus diremas-remas. Sesekali Pak Agus berhenti sejenak kemudian tersenyum melihat kecantikan wajah Indy yang sudah tak berdaya, dirinya masih sedikit tak percaya bahwa gadis manis itu kini kedua buah dadanya berada dalam genggamannya.

Puas bermain di dadanya, kini Pak Agus makin turun menuju selangkangan Indy yang sudah menganga. Dijilatnya belahan memek Indy yang berambut halus itu sambil sesekali menyeruput klitorisnya membuat rontaan Indy kini berpola. Ketika mulut Pak Agus menyedot klitoris Indy, maka tubuhnya akan menegang, ketika dilepas maka tubuhnya akan sedikit melemas. Dilanjutkannya aksi Pak Agus itu hingga vagina Indy benar-benar basah oleh ludahnya. Kemudian Pak Agus menghentikan sedotannya, menyibakkan labia mayora dan labia minora Indy dengan kedua jempolnya sambil mengobservasi Memek Indy yang memerah itu.
"Hoalah Geng, mimpi apa aku dapet mahasiswi perawan kayak begini, lobangnya aja ga keliatan saking rapetnya belom pernah diobok-obok," ujarnya sambil melirik ke arahku.

Melihat pemandangan itu membuat libido Pak Agus makin tinggi. Kemudian dia melucuti seluruh pakaiannya hingga dia telanjang bulat. Penisnya mengacung panjang. Dan memang benar ternyata kata Anita, penisnya memang lebih besar daripada punyaku dan Misno.

Pak Agus mulai berlutut di hadapan selangkangan Indy, sementara kepala Indy menggeleng-geleng tanda tak ingin perkosaan ini dilanjutkan. Tapi apa daya, Pak Agus sudah keburu nafsu. Dia basahi kepala penisnya dengan ludahnya sendiri, kemudian dia arahkan ke mulut vagina Indy yang masih terkatup, dan dia dorong perlahan. Memang tidak semudah meng***** vagina yang sudah biasa dikeluarmasuki oleh penis, tapi Pak Agus terus berusaha mendorong dan mendorong, sedikit demi sedikit menerobos tabir lubang kenikmatan Indy. Perlahan kepala penisnya mulai menyusup dan sedikit demi sedikit tenggelam dalam lubang itu, Pak Agus menariknya sedikit, tapi kemudian langsung mendorong lagi hingga akhirnya seluruh batangnya lenyap ditelan vagina Indy.

Agak lama Pak Agus mendiamkan seluruh batang penisnya tenggelam di dalam memek Indy, menikmati kehangatan vagina yang baru ia perawaninya, dan menikmati kemenangan atas diriku. Setelah puas baru ia lanjutkan dengan dorongan dan sodokan penisnya pada memek Indy sambil tangannya memencet-mencet dada Indy. Tapi baru beberapa saat, dia menghentikan sodokannya dan menarik penisnya keluar. Tampaknya ia teringat sesuatu.
"Boy, balikin badannya, mau ta' sodok bo'olnya," perintah dia kepada kedua preman yang memegang tubuh Indy. Tampaknya Pak Agus ingat benar bagaimana aku menyodomi istrinya di rumahnya ketika itu, dan ia ingin hari ini menjadi hari pembalasan yang sempurna. Maka ditengkurapkanlah tubuh Indy dengan pantat sedikit menungging, lalu diludahinya lubang anal Indy oleh Pak Agus hingga benar-benar becek. Diarahkannya kepala penis itu perlahan ke lubang anal Indy, dan mulai didorongnya.

Pak Agus benar-benar merasakan kesenangan yang luar biasa, bagaimana tidak, hari ini dia berhasil memerawani lubang vagina dan anal mahasiswinya yang cantik ini. Pak Agus terus melesakkan penisnya keluar masuk sambil sesekali meremas bongkahan pantat Indy yang memang tidak semontok Bu Sarah, tapi cukup mengundang gairah. Kadang-kadang ditamparnya bokong itu hingga memerah. Dari posisi itu dia bisa leluasa memilih lubang yang akan dimasuki oleh penisnya, kadang di analnya, kadang dia lepas dan diturunkan sedikit ke vaginanya, kadang dia pindahkan lagi ke analnya. Benar-benar kenikmatan tiada tara hingga akhirnya kepala penisnya mulai terasa akan meledak.
"Boy, balikin lagi, cepat!" perintah Pak Agus.
Maka dibaliklah tubuh Indy hingga terlentang, kemudian Pak Agus mendekatkan penisnya di wajah Indy yang masih tetap manis walaupun dalam penderitaan, dikocoknya penis itu makin cepat dan, "Akhhhh..." bucatlah air peju Pak Agus membasahi dahi dan hidung Indy.

Setelah benar-benar puas, Pak Agus mulai mengenakan pakaiannya kembali.
"Boy, gadis ini milik kalian. Walaupun sudah tidak gadis lagi sekarang, kalian pakai lah," katanya kepada preman-preman itu. Maka keempat preman itu mulai menggilir Indy, sementara Pak Agus menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam sambil menunggu anak buahnya menuntaskan birahinya. Dengan tubuh yang kekar-kekar, dan penis yang besar-besar, aku tak yakin apakah Indy merasa kesakitan atau malah keenakan disetubuhi bergantian oleh preman-preman. Butuh waktu setengah jam hingga akhirnya semua preman itu selesai berejakulasi di tubuh Indy, semua mani mereka masuk ke vagina Indy. Oh mungkin tak lama lagi sepupuku itu akan hamil.

Setelah semua puas dan mengenakan celana mereka kembali, mereka bersiap meninggalkan kami. Salah seorang preman melepaskan ikatan di tanganku, sementara Indy dibiarkan tergolek lemah di sofa masih dalam ketelanjangannya.

"Heh Sugeng, ini akibatnya kalau kamu berani main-main dengan saya. Mengerti kamu? Tapi Sugeng, badan sepupumu ini enak betul, lebih enak daripada Anita dan Istriku. Mestinya kamu ngenthu dia aja, ga usah berani-beraninya ngenthu Anita dan istriku. Bodoh kamu! Ada memek peret gini dirumah malah dianggurin, terpaksa kita yang pake, iya ngga boy? Hahahaha..." Pak Agus dan anak buahnya tertawa lebar menikmati kemenangan itu.

Tak lama mereka akhirnya keluar rumah. Aku mengawasi mereka dari dalam rumah lewat jendela saat mereka berjalan menuju mobil Xenia merah dan satu-satu mereka memasuki mobil itu. Tapi anehnya tidak ada satupun dari mereka masuk ke tempat supir, berarti ada supir yang menunggu di mobil dan tidak ikut memperkosa Indy. Siapa sih supir itu, bodohnya tidak ikut masuk ke dalam, apa dia impoten? Sementara mesin mobil mulai dinyalakan, tak disangka kaca jendela supir itu terbuka, hingga tak sengaja aku bisa melihat wajah supir itu ketika meludah keluar sebelum akhirnya kaca itu ditutup kembali dan mobil mulai melaju. Wajah supir itu sangat familiar denganku, wajah Misno...

- TAMAT -